kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Sanksi intai korporasi yang tak sebut pengendali


Selasa, 02 Januari 2018 / 06:55 WIB
Sanksi intai korporasi yang tak sebut pengendali


Reporter: Agus Triyono | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah akan tegas dalam memaksa korporasi dalam membuka nama pengendali utama, beneficial owner (BO) mereka. Paksaan tersebut akan mereka tuangkan dalam Peraturan Presiden tentang Kewajiban Korporasi Mencantumkan Nama Pengendali.

Peraturan ini sekaligus mendukung Peraturan Mahkamah Agung No. 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Tindak Pidana Oleh Korporasi. Saat ini, rancangan peraturan presiden tersebut sudah selesai dibahas dan berada di Sekretariat Negara untuk menunggu giliran tanda tangan dari Presiden Joko Widodo.

Ediane Rae, Wakil Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) kepada Kontan.co.id pekan lalu mengatakan, dalam draft final, ada beberapa poin penting yang diatur dalam perpres tersebut.

Pertama, soal pelaporan. Dalam peraturan tersebut nantinya korporasi akan diwajibkan untuk melaporkan nama BO mereka supaya jelas siapa sebenarnya yang menjadi pengendali perusahaan.

Poin kedua, sanksi. Bagi korporasi yang tidak mau membuka nama BO, mereka bisa diancam hukuman berupa pencabutan izin usaha. "Jadi ada rekomendasi pencabutan izin perusahaan, kemudian kalau ada tindak pidana di dalamnya, ada pasalnya juga," katanya.

Dian mengatakan, paksaan tersebut dimasukkan ke dalam perpres agar pengendali utama bisa dikenai jerat dalam tindak pidana yang dilakukan oleh korporasi. Selain itu, langkah tersebut juga dilakukan untuk mencegah terjadinya praktik pencucian uang dan kejahatan keuangan lainnya.

Sarman Simanjorang, Wakil Ketua Kadin DKI Jakarta mewanti-wanti pemerintah agar hati-hati dalam mengelurkan peraturan presiden tentang BO. Dia meminta kepada pemerintah untuk meminta masukan dari dunia usaha terlebih dulu sebelum aturan tersebut disahkan.

"Kalau tujuannya transparansi tidak masalah, tapi lebih baik meminta masukan dan dengar pengusaha terus, supaya nantinya tidak ada perasaan diawasi gerak gerik dunia usaha, apalagi dianggap mencari kesalahan korporasi, itu yang harus dihindari," kata Sarman.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×