Reporter: Hasyim Ashari | Editor: Adi Wikanto
Jakarta. Pasca pertemuan atara pengusaha dengan Presiden Joko Widodo dan juga Menteri Keuangan Sri Mulyani, pemerintah pun mengeluarkan aturan pelonggaran untuk kepesertaan program pengampunan pajak (Tax Amnesty).
Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Dirjen (Perdirjen) Pajak nomer 13/2016 tentang tata cara penerimaan surat pernyataan pada minggu terakhir periode pertama penyampaian surat pernyataan.
Direktur Jenderal Pajak, Ken Dwijugiasteadi menyampaikan pada Minggu (25/9) kemarin pihaknya telah mengeluarkan peraturan tersebut. Menurutnya dalam peraturan tersebut intinya wajib pajak yang tidak bisa menyampaikan surat pernyataan dan lampiran dengan lengkap akan tetap diterima.
"Surat pernyataan tetap diterima namun harus dilampiri bukti pembayaran uang tebusan berupa surat setoran pajak atau bukti penerimaan negara," ujar Ken di Kanwil DJP Jakarta Selatan, Senin (26/9).
Selain itu juga harus dilampirkan bukti pelunasan tunggakan pajak, bagi wajib pajak yang memiliki tunggakan pajak. Kemudian dilampirkan juga bukti pelunasan pajak yang tidak atau kurang dibayar atau yang tidak seharusnya dikembalikan surat setoran pajak atau bukti penerimaan negara dalam hal wajib pajak yang sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan dan bukti penyidikan tindak pidana dibidang perpajakan.
"Itu harus disertai dengan informasi tertulis dari Dirjen pajak melalui kepala unit pelaksana pemeriksaan bukti permulaan atau kepala unit pelaksana penyidikan," paparnya.
Jadi pada intinya, lanjut Dwi, waktu yang diperpanjang adalah lampiran dari harta wajib pajak, namun itu juga harus ada lampiran SPH sampai pada batas periode akhir dengan uang tebusan berupa SSP. "Jadi yang tarif 2% itu tetap harus dibayar sampai akhir bulan ini," ungkapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News