Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dua pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK), Agus Rahardjo dan Saut Situmorang dilaporkan ke Bareskrim Polri. Dasar pelaporan tersebut adalah terbitnya sejumlah surat oleh KPK, termasuk surat permintaan cegah ke luar negeri, terhadap Ketua DPR RI Setya Novanto.
Keduanya juga dianggap menyalahgunakan wewenang dengan terbitnya surat tersebut. Kepala Divisi Humas Polri Irjen Setyo Wasisto mengatakan, pelapor mempersoalkan surat permintaan cegah ke luar negeri tertanggal 2 Oktober 2017 kepada pihak imigrasi.
Surat tersebut dikeluarkan setelah hakim praperadilan Cepi Iskandar menggugurkan status tersangka Novanto.
"Saudara Saut Situmorang selaku pimpinan KPK telah menerbitkan surat larangan bepergian keluar negeri terhadap Setya Novanto setelah adanya putusan praperadilan Nomor 97/pid/prap/2017/PN Jaksel tanggal 29 September 2017, yang dimenangkan oleh Setya Novanto," ujar Setyo di kompleks Mabes Polri, Jakarta, Rabu (8/11).
Dalam putusan itu, dinyatakan bahwa penetapan tersangka Novanto tidak sah dan batal demi hukum. Hakim praperadilan Cepi Iskandar juga meminta KPK menghentikan penyidikan terhadap Novanto dalam putusan tersebut.
Saut dan Agus dilaporkan oleh Sandi Kurniawan pada 9 Oktober 2017. Belakangan diketahui, Sandi merupakan anggota tim kuasa hukum Novanto yang tergabung dalam Yunadi and Associates.
Dimulainya penyidikan terhadap dua pimpinan KPK itu justru disampaikan kuasa hukum Novanto, Fredrich Yunadi, bukan kepolisian yang menyidik kasusnya. Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan diterbitkan pada Selasa (7/11).
Sebagai pihak pelapor, Fredrich menyatakan bahwa anak buahnya telah menerima SPDP dari Polri terkait penyidikan kasus dua pimpinan KPK.
"Kami ucapkan terimakasih pada Direktorat Tipidum dan seluruh Kasubdit, dan seluruh Kanit dan penyidiknya karena mereka telah begitu serius, begitu profesional untuk mendalami laporan polisi kami. Dan yang kini statusnya sudah penyidikan dengan diduga dilakukan oleh Saut dan Agus," kata Fredrich.
Tak hanya surat pencegahan ke luar negeri, pelapor juga menyebut ada beberapa surat lain yang diduga dipalsukan dan dibuat tidak sesuai dengan prosedur. Termasuk surat perintah dimulainya penyidikan duan SPDP kasus dugaan korupsi pengadaan proyek e-KTP dengan Novanto sebagai tersangka.
Fredrich mengatakan, hanya Saut dan Agus yang dilaporkan karena surat tersebut ditandatangani oleh dua orang tersebut. "Kalau nanti pimpinan lain bilang ikut tanda tangan, silakan. Nanti akan dikembangkan oleh penyidik," kata Fredrich.
"Saya harap dalam waktu yang tidak terlalu lama, berkasnya bisa dilimpahkan ke jaksa dan dibawa ke pengadilan," lanjut dia.
Namun, Fredrich enggan mengungkap bukti yang telah dia serahkan ke penyidik saat membuat laporan. Ia khawatir hal tersebut akan memengaruhi proses penyidikan.
Dengan adanya penyidikan dari polisi, kata dia, membantah anggapan KPK adalah lembaga superbody.
"Saya katakan, saya bisa buktikan bahwa ada pelanggaran atau tindak pidana oleh oknum-oknum KPK. Dan saya buktikan, dan ternyata betul," kata dia.
Menindaklanjuti laporan kuasa hukum Novanto, polisi telah meminta keterangan enam saksi dan ahli. Ahli yang dimintai keterangan meliputi ahli bahasa, ahli pidana, dan ahli hukum tata negara. Setelah itu, penyidik melakukan gelar perkara untuk menilai apakah alat bukti sudah cukup untuk menaikkan status ke penyidikan.
"Kemudian melaksanakan penyidikan semenjak tanggal 7 November 2017. Sejak kemarin sudah dinaikkan menjadi tingkatnya penyidikan," kata Setyo.
Setyo mengatakan, penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri juga akan memeriksa para saksi dan mengumpulkan barang bukti lainnya. Sementara itu, terhadap Saut dan Agus, penyidik belum menjadwalkan pemeriksaan.
"Sejauh ini belum memanggil terlapor, baru saksi-saksi dulu," kata Setyo. (Ambaranie Nadia Kemala Movanita)
Artikel ini sudah tayang di Kompas.com, berjudul: Saat Dua Pimpinan KPK "Digoyang" Setya Novanto
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News