Reporter: Silvana Maya Pratiwi | Editor: Adi Wikanto
Jakarta. Anggota Komisi XI dari Fraksi PDIP Perjuangan, Hendrawan Supratikno mengatakan fraksinya akan mengkaji secara kritis Rancangan Undang-Undang (RUU) pengampunan pajak atau tax amnesty.
"RUU ini sangat sensitif dan mudah menimbulkan salah persepsi. ada aspek keadilan yg dipertaruhkan, tidak boleh dilakukan secara terburu-buru karena harus mengutamakan kualitas," ujar dia kepada KONTAN, kamis (14/4).
Menurut Hendrawan, isi RUU pengampunan pajak yang sudah diterimanya saat ini masih kurang kredibel dan harus dilakukan pengkajian secara kritis. Ia mencontohkan, terkait skema tebusan yang tidak menarik karena tidak ada sanksi untuk wajib pajak yang tidak melaporkan dan melakukan repatriasi aset, dan tidak ada insentif untuk wajib pajak yang taat. "Kalau dirinci banyak, bisa dua halaman," ungkapnya.
Jika merujuk pada Pasal 3 draft RUU tentang Pengampunan pajak, tarif uang tebusan yang harus dibayarkan ke kas negara atas harta yang diungkapkan dalam surat permohonan sebesar 2% untuk jangka periode pelaporan bulan pertama sampai akhir bulan ketiga sejak undang-undang dilaporkan. 4% untuk periode pelaporan bulan keempat sampai bulan keenam, dan 6% untuk periode pelaporan bulan ketujuh sejak undang-undang berlaku hingga 31 desember 2016.
Sedangkan, tarif uang tebusan yang harus dibayarkan wajib pajak yang berada atau ditempatkan di luar wilayah RI dan mengalihkannya ke dalam negeri serta menginvestasikannya selama jangka waktu tertentu dikenakan sebesar 1% untuk periode pelaporan bulan pertama sampai akhir bulan ketiga sejak undang-undang berlaku. 2% untuk periode pelaporan bulan keempat sampai bulan keenam. dan 3% untuk pelaporan bulan ketujuh sejak undang-undang berlaku sampai 31 desember 2016.
Skema tebusan tersebut, menurut Hendrawan tidak ada perbedaannya yang signifikan antara wajib pajak yang hanya melapor dan membawa kembali uangnya ke dalam negeri. Seharusnya, kata dia, skema tebusan yang hanya melapor harus lebih besar. "Skema tebusan yg hanya melapor harus lebih besar. tapi sekali lagi intinya dalam bentuk yang sekarang RUU ini kurang kredibel," ungkapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News