Sumber: Kompas.com | Editor: Yudho Winarto
Suami memiliki kewenangan menyelenggarakan resolusi konflik dalam keluarga, sedangkan istri hanya dalam ranah domestik seperti mengurusi urusan rumah tangga dan menjaga keutuhan keluarga.
"Dengan adanya RUU ini, maka Pemerintah Indonesia harusnya marah, karena upaya-upaya pengarusutamaan gender justru dikerdilkan dengan pengaturan kewajiban istri hanya dalam ranah domestik," ujarnya.
Baca Juga: Ketahanan Keluarga
3. Dinilai menghina kelompok tertentu
Anggara mengatakan, RUU Ketahanan Keluarga dapat menghina kelompok orang miskin. Sebab, dalam RUU tersebut diatur bahwa orang tua diwajibkan memberikan kehidupan yang layak kepada anak. Apabila orang tua gagal memberikan kehidupan yang layak terhadap anak, maka dapat dinilai sebagai pelanggaran hukum.
Menurut Anggara, aturan itu terdapat pada Pasal 33 RUU, disebutkan bahwa setiap keluarga untuk memenuhi kebutuhan pangan, gizi dan kesehatan, sandang, dan tempat tinggal yang layak huni; mengikutsertakan anggota Keluarga dalam jaminan kesehatan; dan menjaga kesehatan tempat tinggal dan lingkungan.
Setiap keluarga juga diwajibkan memiliki tempat tinggal dengan sirkulasi udara, pencahayaan, dan sanitasi air yang baik; serta ketersediaan kamar yang dipisah antara laki-laki dan perempan untuk mencegah kejahatan seksual.
"Pengaturan ini jelas penuh stigma dan menghina orang miskin. Keluarga yang tidak mampu menyediakan kamar terpisah dianggap melanggar hukum dan tidak berupaya mencegah kekerasan seksual," ucapnya.
Berdasarkan tiga poin tersebut, Anggara meminta pemerintah dan DPR mengkaji ulang rencana pembahasan RUU tersebut. (Haryanti Puspa Sari)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "3 Poin Dalam RUU Ketahanan Keluarga yang Menuai Kritik ",
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News