kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Rupiah Semakin Tertekan, Banggar DPR RI Beri Tujuh Resep Selamatkan Rupiah


Rabu, 19 Juni 2024 / 16:20 WIB
Rupiah Semakin Tertekan, Banggar DPR RI Beri Tujuh Resep Selamatkan Rupiah
ILUSTRASI. Nilai tukar rupiah masih tertekan dan masih berada di atas level Rp 16.300 per dolar AS


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Badan Anggaran (Banggar) DPR RI menyoroti nilai tukar rupiah yang terus mengalami tekanan.

Sejak The Fed, Bank Sentral Amerika Serikat (AS) memberlakukan suku bunga tinggi sebagai respon atas inflasi tinggi akibat kenaikan harga komoditas global imbas konflik Rusia-Ukraina, sejumlah mata uang lokal mengalami tekanan hebat, di antaranya lira, yen, won, baht, real, peso hingga rupiah.

Secara year to date, rupiah berada di level Rp 15.317 hingga Rp 16.483 per dolar AS. Dibandingkan tahun lalu, posisi Rupiah minus 5,25%. Kecenderungan Rupiah yang melemah ini disebabkan situasi eksternal dan internal. Belakangan, investor menarik diri, khususnya dalam perannya sebagai buyer di Surat Berharga Negara (SBN).

Diketahui, investor asing melepas SBN sejak pandemi Covid-19. Pada tahun 2019, porsi asing dalam SBN sebanyak 38,5%. Setahun kemudian porsinya hanya 25,1% dan pada akhir Mei 2024 tinggal 14%. Perginya investor asing pada SBN mengakibatkan kepemilikan dolar AS juga semakin menurun.

Musabab lainnya, harga komoditas ekspor andalan Indonesia seperti batubara dan CPO pada 2023 dan 2024 tidak setinggi pada tahun 2022. Pasalnya, sejak pertengahan tahun 2023 hingga kini, harga batubara hanya di kisaran US$ 120-an per ton. Padahal pada awal kuartal II-2022 hingga kuartal I-2023 harga batubara di level US$ 400 per ton.

Baca Juga: Rupiah Spot Ditutup Menguat ke Rp 16.365 Per Dolar AS Usai Libur Panjang

Begitu juga dengan harga CPO yang tidak secuan tahun 2022. Harga CPO pada tahun 2022 berada di level 4.200 hingga 4.4400 Ringgit per ton. Sedangkan kini, hanya 3.800 hingga 3.900 Ringgit per ton. Menurunnya dua komoditas andalan Indonesia ini tidak membuat dompet devisa negara tebal.

Di saat yang sama, pemerintah justru membuka kran impor. Besarnya arus impor ini membuat arus dolar AS semakin pergi. Bukan hanya Rupiah yang terpukul karena meluaskan kran impor, sejumlah industri dalam negeri secara tekstil malah gulung tikar dan merumahkan karyawannya.

Dari sisi eksternal, perekonomian AS perlahan-lahan makin membaik sejak badai inflasi di tahun 2022. Penguatan perekonomian AS ini membuat investor memilih meninggalkan Indonesia, akibatnya tiada pundi-pundi devisa baru.

Akibat situasi tersebut, pada tahun 2023, current account Indonesia mengalami defisit US$ 1,6 miliar. Bahkan food trade deficit Indonesia pada tahun 2023 menyentuh US$ 5,3 miliar atau menjadi angka tertinggi.

Untuk itu, Ketua Banggar DPR RI Said Abdullah menyarankan pemerintah untuk tidak terlena dengan data inflasi rendah yang berada di levek 3%. Hal ini dikarenakan inflasi rendah semata-mata tidak bisa diartikan sebagai terkendalinya harga kebutuhan pokok rakyat.

Jika disandingkan dengan sejumlah data lainnya seperti berlanjutnya keputusan sejumlah industri merumahkan karyawan, tingkat konsumsi rumah tangga pada tahun 2023 dan berjalan 2024 tidak setinggi tahun 2022.

"Keadaan ke depan yang kita akan hadapi tidak akan mudah. Hampir dipastikan The Fed masih akan bertahan di suku bunga tinggi, dan ketidakpastian geopolitik global yang akan mendorong kebijakan restriktif oleh masing-masing negara, demi mengamankan kepentingan nasional mereka masing," tulis Said dalam keterangan resminya, Selasa (19/6).

Dirinya mengharapkan pemangku kebijakan untuk tidak membuat komunikasi publik, bahwa ekonomi Indonesia sedang baik-baik saja.

"Sampaikan keadaan seobjektif mungkin agar rakyat sejak dini bisa bersiap menghadapi segala kemungkinan dan bersatu padu," katanya.

Dari sisi teknokratif, Said memberikan beberapa rekomendasi kepada pemangku kebijakan guna memperkuat kebijakan struktural perekonomian nasional.

Baca Juga: Perkasa, Rupiah Spot Menguat 0,26% ke Rp 16.369 Per Dolar AS Pada Rabu (19/6) Siang

Pertama, memastikan tata kelola devisa terutama devisa hasil ekspor (DHE) sumber daya alam (SDA) berjalan optimal untuk memperkuat cadangan devisa.

"Berikan kebijakan insentif dan sanksi yang sepadan untuk menopang tata kelola devisa nasional," kata Said.

Kedua, terus melakukan reformasi pada sektor keuangan agar lebih inklusif dan mendorong aliran modal asing semakin tumbuh. Sebab aliran masuk investasi portofolio kembali positif pada kuartal II-2024 secara neto tercatat sebesar US$ 3,3 miliar.

"Artinya peluang ini perlu terus dijaga oleh pemerintah dan BI," imbuhnya.

Ketiga, memperketat kebijakan impor terutama pada sektor-sektor yang makin menggerus devisa dan memukul sektor industri dan tenaga kerja. Menurutnya, importasi hendaknya difokuskan sebagai kebijakan jangka pendek untuk menambal defisit pangan dan energi yang terus berlanjut.

Keempat, pemerintah perlu memastikan SBN sebagai instrumen yang menarik bagi investor asing, dengan yield yang moderat agar tidak menjadi beban bunga. Pemerintah juga perlu memastikan stand by buyer untuk SBN, sebab SBN telah menjelma sebagai sumber pembiayaan penting bagi kelangsungan APBN.

Kelima, pemerintah perlu memperluas dan semakin kreatif untuk menopang kebutuhan pembiayaan ditengah likuiditas nasional dan global yang makin ketat dan terbatas.

"Libatkan berbagai organisasi masyarakat dan asosiasi pengusaha yang menghimpun likuiditas besar ikut berpartisipasi dengan saling menguntungkan," katanya.

Keenam, Said bilang, berbagai kebijakan BI yang mengurangi dolar AS sebagai pembayaran Internasional, dengan membuat sejumlah local currency swab terasa belum terlihat outcomenya. Untuk itu, Bank Indonesia perlu memastikan kebijakan ini sesegera mungkin dapat diandalkan, sehingga ketergantungan Indonesia terhadap dolar AS perlahan-lahan bisa di kurangi.

Ketujuh, Pemerintah dan Bank Indonesia perlu mengantisipasi kebutuhan likuiditas valas terhadap kebutuhan pembayaran utang pemerintah, BUMN dan swasta dengan meningkatkan kebijakan hedging, agar tidak semakin membebani sektor keuangan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×