Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Nilai tukar rupiah melanjutkan penguatannya. Pada penutupan perdagangan di pasar spot hari ini, Jumat (2/11), rupiah berhasil keluar dari level Rp 15.000 per dollar Amerika Serikat (AS), yaitu ke level Rp 14.955 per dollar AS.
Sementara dari kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR), rupiah berada di level Rp 15.089 per dollar AS.
Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia (BI) Nanang Hendarsah mengatakan, kondisi pasar keuangan global yang berlanjut kondusif dan pasar valas yang sangat aktif, menjadi penopang penguatan rupiah hari ini secara cukup signifikan.
Tak hanya itu, Nanang juga menyebut bahwa penguatan rupiah tak lepas dari kebijakan teranyar BI yaitu Domestic Non Deliverable Forward (DNDF) yang diberlakukan secara efektif di 10 bank pada 1 November kemarin.
Selama dua dasawarsa terakhir, pasar NDF rupiah hanya berlangsung di pasar keuangan luar negeri sehingga seringkali berpengaruh pada fluktuasi di pasar spot di dalam negeri.
"Bila pada hari perdana volume transaksi DNDF mencapai US$ 60 juta maka pada hari kedua mencapai US$ 90 juta," kata Nanang kepada Kontan.co.id.
BI optimistis, pasar DNDF akan terus berkembang karena akan menambah instrumen lindung nilai terhadap risiko fluktuasi kurs dengan biaya yang efisien tanpa penyerahan dalam mata uang dollar, melainkan berupa selisih antara kurs DNDF dengan JISDOR yang dibayarkan dalam rupiah.
Nanang juga menyebut, penguatan rupiah kali ini dipicu oleh berlanjutnya arus modal asing yang masuk ke pasar sekunder obligasi negara mencapai Rp 3,1 triliun di hari ini.
Sementara arus modal portofolio asing yang masuk ke pasar keuangan dalam negeri sejak awal September hingga akhir Oktober 2018 mencapai Rp 21,1 triliun.
Hal itu, terutama ditopang oleh sudah tingginya imbal hasil (yield) obliasi negara 10 tahun yang sempat menyentuh 8,7%. "Bila dikurangi tingkat inflasi yang mencapai 3,1%, maka secara real imbal hasil obligasi negara mencapai 5,6%, merupakan level tertinggi dalam skala negara emerging market setelah Brazil," tambahnya.
Selain tingkat inflasi domestik yang rendah, Nanang juga mengatakan bahwa optimsime pelaku pasar terhadap rencana negosiasi antara Presiden AS Donald Trump dengan Presiden China Xi Jinping untuk menyelesaikan sengketa dagang pada pertemuan G20 di Argentina bulan ini, turut menjadi katalis yang mendorong kembalinya arus modal portofolio ke Indonesia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News