kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Rizal Ramli: Ada pemburu rente dari kebijakan impor pangan


Minggu, 06 Mei 2018 / 21:46 WIB
Rizal Ramli: Ada pemburu rente dari kebijakan impor pangan
ILUSTRASI. Beras impor mulai dimasukkan dalam gudang penyimpanan milik Perum Bulog


Reporter: Ahmad Febrian | Editor: Ahmad Febrian

KONTAN.CO.ID - JAKARTA.  Awal tahun 2018 lalu, pemerintah membuka keran impor beras  sekitar 500.000 ton. Selain beras, terdapat sejumah komoditas pangan lain yang diimpor.  Pengamat ekonomi Rizal Ramli, menilai, jika memang harus mengimpor bahan pangan, juga harus  melihat waktunya. Ia menilai, kebijakan impor di awal tahun bukan waktu yang tepat. "Kalau perlu banget, saya tidak keberatan impor, tapi   timing-nya diatur. Saat paceklik baru impor," ujar Rizal, dalam pernyataan tertulis yang diterima KONTAN, Sabtu (5/5).

Rizal mengatakan, pemerintah mengimpor komoditas pangan saat petani lokal justru tengah memanen. "Kebijakan itu, tentu menyebabkan harga anjlok dan merugikan para petani," tambahnya. Ia mencontohkan kejadian di Brebes beberapa bulan lalu. Pemerintah memutuskan impor bawang justru ketika menjelang masa panen. Alhasil, harga bawang anjlok. Kemudian, saat panen selesai, impor malah berkurang, sehingga harga naik sekitar Rp 10.000.

Hal yang sama terjadi dalam kebijakan impor gula saat panen tebu, dan impor beras justru menjelang panen pada kuartal pertama tahun 2018 ini. "Kalau impor karena cuaca dan lain-lain saya setuju, tapi tidak kalau kelangkaan ada dengan alasan  dibuat-buat," ujarnya. Mantan Menko Kemaritiman ini menilai ada pihak yang mengambil keuntungan dari impor bahan pangan. Ia menghitung. harga pangan yang diimpor ke Indonesia dua kali lipat lebih mahal dibandingkan harga pangan di negara lain. "Pihak yang memperoleh kuota impor pangan tentu  mendapat untung besar. Jadi, kemungkinan ada pihak-pihak yang sedang mencari dana," tudingnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×