Reporter: Grace Olivia | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah mengkaji beberapa risiko fiskal yang berpotensi berdampak terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) di tahun 2020. Salah satunya ialah risiko yang berasal dari beban penugasan terhadap BUMN.
Dalam Nota Keuangan RAPBN 2020, pemerintah menjabarkan risiko fiskal tersebut salah satunya berasal dari program percepatan infrastruktur, terutama penugasan terhadap BUMN. Hal ini berdampak pada kenaikan kewajiban kontijensi (contingent liability) yang signifikan dan peningkatan kerentanan sektor keuangan.
Ekonom Indef Abra Talattov mencatat, alokasi penyertaan modal negara (PMN) kepada BUMN selama periode 2015-2018 mencapai Rp 130,3 triliun. Dalam RAPBN 2020, pemerintah mengalokasikan PMN sebesar Rp 17,7 triliun untuk BUMN.
“Namun, di kala alokasi PMN sangat besar justru masih banyak BUMN yang menghadapi tekanan keuangan, yang pada gilirannya kembali membebani APBN,” ujar Abra dalam diskusi belum lama ini.
Baca Juga: Tekan biaya dan risiko, simak strategi pembiayaan utang pemerintah
Ini terlihat dari laba BUMN yang mengalami penurunan dalam tiga tahun terakhir lantaran besarnya beban penugasan proyek infrastruktur dari pemerintah.
Pemerintah dalam RAPBN 2020 telah membuat peta risiko fiskal dengan indikator dampak (impact) dan kemungkinan keterjadian (likelihood). Hasilnya, meski risiko BUMN dalam pembangunan infrastruktur memiliki kemungkinan keterjadian jarang, namun risiko tersebut berada pada level dampak yang signifikan (level 4).
Direktur Jenderal Pembiayaan dan Pengelolaan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan Luky Alfirman menjelaskan, memang terdapat risiko BUMN yang sifatnya memiliki eksposur langsung terhadap APBN.
Risiko yang langsung berdampak kepada APBN, misalnya, akibat pembayaran klaim terhadap pinjaman atau pendanaan BUMN infrastruktur yang dijamin oleh pemerintah.
“Itu dalam bentuk proyek-proyek yang dijamin oleh pemerintah, seperti proyek strategis nasional (PSN) yang saat ini eksposurnya kurang lebih 1,18% dari PDB,” tutur Luky, Senin (26/8).
Ada pula risiko yang tidak berdampak langsung kepada APBN yaitu kegagalan keuangan BUMN memicu APBN sebagai last resort untuk menyelamatkan keuangan BUMN infrastruktur serta dampak penjalaran kegagalan keuangan BUMN infrastruktur kepada perbankan dan pasar modal.
Untuk mengantisipasi adanya kemungkinan pembayaran klaim yang berdampak langsung ke APBN tadi, Luky menyebut pemerintah telah menyisihkan dana cadangan yang hingga Juni lalu mencapai Rp 4,25 triliun.
Sejak 2008, pemerintah telah mengalokasikan anggaran kewajiban penjaminan dalam APBN berdasarkan outstanding penerbitan penjaminan untuk setiap program.
Alokasi tersebut merupakan anggaran kewajiban penjaminan pemerintah yang akan dipindahbukukan ke dalam rekening dana cadangan di Bank Indonesia. Anggaran ini bersifat kumulatif dalam rangka menjaga ketersediaan dana untuk memitigasi risiko klaim atas jaminan pemerintah.
Selain dana cadangan penjaminan pemerintah, ada juga dana jaminan penugasan pembiayaan infrastruktur daerah yang saat ini sebesar Rp 203 miliar.
Baca Juga: INDEF: PMN untuk BUMN makin bebani APBN
Adapun pada RAPBN 2020, pemerintah mengalokasikan anggaran kewajiban penjaminan sebesar Rp 590,6 miliar.
Direktur Jenderal Kekayaan Negara Isa Rachmatarwata menambahkan, Kemenkeu terus memantau kondisi BUMN. Terutama perusahaan yang masih menjalankan penugasan pemerintah seperti PT Hutama Karya yang membangun jalan tol Trans Sumatra dan PT PLN yang memperluas jangkauan kelistrikan ke desa. Keduanya terus menerima suntikan modal yang cukup besar dari pemerintah melalui PMN.
Namun, lanjut Isa, pemerintah juga mendorong perusahaan-perusahaan milik negara tersebut untuk memanfaatkan segala sumber daya yang dimiliki secara optimal.
“Kita juga tidak mau memanjakan BUMN. BUMN Karya misalnya, kita harapkan dapat memanfaatkan proyek-proyeknya yang sudah berjalan (brownfield projects) untuk di-leverage,” kata Isa.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News