Reporter: Noverius Laoli | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Pemerintah berang dengan sejumlah penelitian yang dilakukan sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) terkait perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Pasalnya, riset-riset para LSM ini dinlai syarat kepentingan bisnis dan merusak investasi sawit di Indonesia. Sebab, dalam sejumlah riset yang dipublikasikan, LSM menuding perkebunan kelapa sawit telah merusak lingkungan, merampas lahan masyarakat dan menimbulkan konflik sosial serta melangar hak asasi manusia.
Padahal, menurut Sekretaris Menteri Pertanian Hari Priyono, perkebunan kelapa sawit yang ada di Indonesia tidak semuanya dikuasai pemodal besar atau industri. Kementan mencatat, dari total 10,5 juta hekatre (ha) lahan perkebunan sawit di Indonesia, sebanyak 4,4 juta ha dimiliki petani.
"Dengan begitu, tidak benar bila perkebunan kepala sawit dikuasai perusahaan besar sebagaimana dituding para LSM dalam sejumlah riset yang dipublikasi," ujar Hari, Selasa (17/2).
Data Kementan tersebut juga mematahkan riset yang dilakukan LSM yang menyebutkan 25 grup bisnis milik taipan di Indonesia memiliki kendali atas 5,1 juta ha kebun sawit di Tanah Air.
Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Joko Supriyono mengatakan masalah penguasaan lahan tidak sama sekali berhubungan dengan masalah HAM, melainkan prosedur hukum.
Joko mengatakan, struktur kepemilikan lahan sekitar 42% dimiliki oleh petani, sedangkan 58% itu dimiliki perusahaan negara (PTPN) maupun swasta. Dia menambahkan, seharusnya riset yang dilakukan dilakukan secara menyeluruh dan melibatkan semua pemangku kepentingan sehingga tak melihat dari satu sisi tertentu saja.
Dia menuturkan, ekspansi perusahaan sawit berkaitan dengan penggunaan minyak nabati untuk kebutuhan pangan. Masalahnya, ekspansi untuk meningkatkan produksi selalu diserang dengan berbagai kampanye negatif, termasuk riset oleh pihak tertentu dengan mengatasnamakan kerusakan lingkungan, perubahan iklim, hingga masalah HAM. “Padahal substansinya adalah kompetisi pasar minyak nabati global,” kata kandidat kuat Ketua Umum Gapki ini.
Achmad Manggabarani, Ketua Forum Pengembangan Perkebunan Strategis Berkelanjutan (FP2SB), menilai maraknya riset yang dilakukan oleh LSM memang cenderung mendiskreditkan industri kelapa sawit di Indonesia dan dapat dikategorikan kampanye negatif. “Karena itu, kita harus mempertanyakan riset tersebut, apa maksud dan tujuannya, bagaimana metodenya,” paparnya.
Menurut dia, sudah semestinya seluruh stakeholders tunduk kepada data pemerintah yang bertugas mengatur perkembangan industri. Hal itu perlu mengingat industri kelapa sawit memberikan kontribusi yang besar bagi devisa negara, tenaga kerja, dan pemerataan pembangunan di daerah. “Jangan sampai riset yang belum valid itu justru dijadikan patokan, padahal pemerintah sebagai otoritas yang berwenang memiliki data yang berbeda,” kata Manggabarani yang juga mantan Dirjen Perkebunan ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













