kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.180   20,00   0,12%
  • IDX 7.096   112,58   1,61%
  • KOMPAS100 1.062   21,87   2,10%
  • LQ45 836   18,74   2,29%
  • ISSI 214   2,12   1,00%
  • IDX30 427   10,60   2,55%
  • IDXHIDIV20 514   11,54   2,30%
  • IDX80 121   2,56   2,16%
  • IDXV30 125   1,25   1,01%
  • IDXQ30 142   3,33   2,39%

Ribuan Orang Teken Petisi Penolakan Kenaikan Tarif PPN Jadi 12%


Kamis, 21 November 2024 / 18:44 WIB
Ribuan Orang Teken Petisi Penolakan Kenaikan Tarif PPN Jadi 12%
ILUSTRASI. PPN 12%


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Ribuan warga Indonesia menyuarakan penolakan terhadap rencana kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% yang akan diberlakukan pada 2025 mendatang.

Petisi online di platform Change.org telah mengumpulkan 3.525 tanda tangan hingga Kamis (21/11). 

Petisi ini dibuat sebagai bentuk protes terhadap kebijakan yang dianggap akan membebani masyarakat, terutama kelompok menengah ke bawah. 

Baca Juga: Pemerintah Diminta Tunda Kenaikan Tarif PPN Menjadi 12% Hingga 2028

Salah satu akun penggagas petisi, Bareng Warga menyampaikan bahwa kenaikan tarif PPN akan meningkatkan harga barang dan jasa, yang pada akhirnya menggerus daya beli masyarakat. 

"Sejak Mei 2024, daya beli masyarakat terus merosot. Jika kenaikan PPN tetap diberlakukan, daya beli bukan lagi merosot, melainkan terjun bebas," tulis akun tersebut.

Mereka juga menekankan bahwa kebijakan ini akan semakin memperburuk tekanan ekonomi masyarakat, termasuk lonjakan tunggakan pinjaman online. 

Konsultan Pajak dari Botax Consulting Indonesia Raden Agus Suparman menyebut bahwa kenaikan tarif PPN di tengah kondisi ekonomi yang belum stabil akan menambah beban masyarakat. 

"Penderitaan rakyat akan terasa jika pemerintah tetap memaksakan kenaikan ini," kata Raden. 

Baca Juga: Sederet Kebijakan Pajak Ini Dinilai Bebani Masyarakat, Ada PPN 12% Hingga TER

Menurutnya, optimisme pemerintah saat membahas RUU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) pada 2021 bahwa ekonomi akan membaik pasca-2022 tidak terwujud. 

Ia mencatat, beberapa kali deflasi sepanjang 2024 sebagai indikator daya beli masyarakat yang terus melemah. 

"Masyarakat sudah kesulitan secara finansial. Jika PPN naik, maka kemampuan beli masyarakat akan semakin terpuruk," tegasnya. 

Raden menyarankan, pemerintah untuk menunda kenaikan tarif PPN hingga setidaknya 2028, dengan harapan perbaikan ekonomi dapat tercapai lebih dulu. 

Ia optimistis dengan perencanaan ekonomi yang matang, Kabinet Merah Putih di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto dapat mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia ke arah yang lebih baik sebelum menerapkan kebijakan tersebut.   

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×