kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ribuan Dokter dan Tenaga Kesehatan Tuntut Stop Pembahasan RUU Omnibus Law Kesehatan


Senin, 08 Mei 2023 / 13:43 WIB
Ribuan Dokter dan Tenaga Kesehatan Tuntut Stop Pembahasan RUU Omnibus Law Kesehatan
ILUSTRASI. Aksi Penolakan RUU Omnibus Law Kesehatan


Reporter: Ratih Waseso | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) bersama dengan empat Organisasi Profesi Kesehatan melakukan aksi damai di kawasan Patung Kuda, Monas, Jakarta Senin (8/5). Aksi damai ditujukan dalam rangka menolak pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Kesehatan.

Juru Bicara Aksi Damai Stop Pembahasan RUU Kesehatan (Omnibus Law), dr Beni Satria mengatakan, kurang lebih 15.000 perwakilan dokter, tenaga kesehatan (nakes) hingga anggota organisasi rumah sakit dari seluruh Indonesia ikut menyuarakan penolakan RUU Omnibus Law Kesehatan sejak pagi tadi.

"Kita sudah beri masukan tapi ada informasi akan segera disahkan, tentu ini membuat berbagai macam reaksi bukan hanya dari IDI, juga dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) hingga Asosiasi Rumah Sakit juga," kata Beni ditemui di tengah Aksi Damai Penolakan Pembahasan RUU Omnibus Law Kesehatan, Senin (8/5).

Adapun, beberapa poin yang disuarakan dalam aksi damai meliputi anggaran, perizinan, hak-hak nakes dalam mendapatkan perlindungan hukum. Selain itu aksi damai penolak RUU Omnibus Law Kesehatan agar masyarakat mendapatkan pelayanan kesehatan yang bermutu.

Beni menggarisbawahi bahwa RUU Omnibus Law Kesehatan justru menjadi potensi kriminalisasi bagi dokter dan tenaga kesehatan.

Baca Juga: Kemenkes Meminta Dokter dan Tenaga Kesehatan Tidak Meninggalkan Pelayanan Pasien

Ia mengatakan, seharusnya apabila terjadi permasalahan pada dokter dan tenaga kesehatan dapat diselesaikan di internal atau secara etik. Saat etik selesai dan ditemukan indikasi ke arah hukum baru bisa dibawa kesana. Hal ini sama seperti organisasi profesi lainnya.

"Pasal itu diatur 321 sampe 338. Jadi tanpa bukti jelas setiap orang berhak tuntut ganti rugi akibat kesalahan. Padahal belum tentu itu salah, misal saja karena reaksi obat. Ada s indrom stevens johnson yang ngga diketahui masyarakat dan dokter bisa ngga tahu pada saat minum paracetamol misal ada muncul reaksi, itu dituduh malpraktik dan bisa dituntut. Padahal hal ini harus ada pembuktian dahulu," jelasnya.

Beni menegaskan, organisasi profesi mendukung apabila pemerintah memiliki program baik dalam transformasi kesehatan. Dimana pemerintah saat ini memiliki program enam pilar transformasi kesehatan.

Namun, Beni menyebut program transformasi kesehatan tersebut seharusnya dapat dituangkan dalam peraturan presiden, peraturan pemerintah, peraturan menteri kesehatan atau bahkan peraturan daerah.

Bukan malah menyatukan beberapa undang-undang bahkan juga menghapus aturan sebelumnya. Artinya aturan yang sebelumnya sudah ada tetap berjalan.

Menurutnya, penggabungan beberapa undang-undang dan menghapus undang-undang menjadi omnibus law justru akan berdampak pada pelayanan kesehatan ke depan.

"Enam pilar transformasi kesehatan itu bagus, tapi bukan dengan menggabungkan undang-undang menjadi omnibus dan ada undang-undang yang dihapuskan. Apabila pemerintah punya program yang baik kita dukung tapi program tersebut cukup ditelurkan saja dalam bentuk, peraturan pemerintah, perpres, permenkes atau bahkan perda," ungkapnya.

Baca Juga: Kemenkes: RUU Kesehatan Jamin Pendidikan Spesialis Murah hingga Kurangi Bullying

Adapun jika upaya aksi damai yang dilakukan belum juga membuahkan hasil, Beni menyebut IDI dan empat organisasi profesi akan melakukan langkah hukum yang sudah diatur oleh konstitusi.

"Kita ada 5 organisasi profesi pasti akan melakukan langkah hukum yang sudah diatur oleh konstitusi, pasti kita akan lakukan itu," jelasnya.

Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Slamet Budiarto mengatakan, sebelumnya organisasi profesi meminta kepada Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin untuk mengajak pihaknya dialog dua arah terkait RUU Omnibus Law Kesehatan.

"Ajak kami dialog dua arah, ada poin-poin krusial yang harus dikompromikan tapi sayangnya bapak Menkes tidak kompromi sehingga saat ini kita melakukan aksi damai," kata Slamet.

Ia menambahkan, apabila aksi damai belum juga membuahkan hasil, rencananya akan ada aksi lanjutan yakni cuti bersama. Ia berharap DPR dan pemerintah untuk mengajak pihaknya berdiskusi mengenai RUU Omnibus Law Kesehatan.

"Kami minta maaf kepada masyarakat apabila nantinya cuti bersama tidak melayani masyarakat khususnya pasien bukan emergency. Tapi kalau pasien emergency kami akan tetap lakukan pelayanan seoptimal mungkin," tuturnya.




TERBARU

[X]
×