Reporter: Handoyo | Editor: Adi Wikanto
Jakarta. Perjanjian perdagangan bertajuk Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) memiliki posisi strategis pasca kemenangan Donald Trump dalam pemilihan presiden Amerika Serikat (AS). Hal tersebut dikarenakan Trump menolak perjanjian dagang Trans-Pacific Partnership (TPP).
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan, proses negosiasi perjanjian perdagangan yang diikuti oleh 10 anggota ASEAN plus Australia, Selandia Baru, Tiongkok, India, Korea, dan Jepang tersebut terus menunjukkan perkembangan.
Bahkan, di tahun 2017 kesepakatan perjanjian dari 16 negara anggota RCEP ini ditargetkan sudah tercapai. "Poinnya, RCEP akan lebih strategis dengan kondisi TPP yang akan delay itu," kata Enggartiasto, Jumat (11/11).
Selain RCEP, pemerintah juga akan menjalin perjanjian perdagangan lainnya, baik secara bilateral maupun regional. Beberapa perjanjian yang sedang dalam tahap negosiasi adalah Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA) dan Indonesia-European Union CEPA.
Pendekatan perjanjian lain yang juga dilakukan pemerintah adalah membuka akses ke pasar. Selain ke negara-negara tradisional, beberapa negara potensial yang saat ini menjadi bidikan adalah Afrika, India dan Iran.
"Di samping itu kita juga menjadi pasar dalam negeri yang sangat besar ini," ujar Enggartiasto.
Dalam perundingan RCEP ini, ada beberapa hal yang dapat menjadi keuntungan bagi Indonesia. Misalnya, akses pasar produk pertanian ke India, Jepang dan China. Hambatan tarif dan non tarif akan sedikit tereliminir jika RCEP dapat dijalankan.
Berdasarkan catatan KONTAN, lima belas negara peserta RCEP mewakili 56,2% ekspor Indonesia ke dunia dan 70% impor Indonesia dari dunia. RCEP juga merupakan 48,21% sumber investasi asing atau foreign direct investment (FDI) bagi Indonesia.
Total Produk Domestik Bruto (PDB) negara-negara RCEP mewakili 30,4% PDB dunia pada 2015 atau sebesar US$ 22,3 triliun. Sementara itu, total populasi di kawasan RCEP mencakup 47,8% dari total populasi dunia atau lebih dari 3,4 miliar jiwa dengan kelas menengah yang tumbuh kuat dibanding kawasan Eropa dan Amerika.
Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Hubungan Internasional Shinta Widjaja Kamdani mengatakan, di tengah ketidakpastian perjanjian perdagangan yang melibatkan AS, negosiasi perdagangan yang saat ini dalam tahap pembahasan menjadi penting.
Menurut Shinta, perjanjian perdagangan yang didorong untuk segera diselesaikan adalah Indonesia-European Union CEPA. Sejauh ini, beberapa negara ASEAN lain, seperti Vietnam, sudah terlebih dahulu meneken kerjasama perdagangan dengan Uni Eropa.
"Perjanjian perdagangan ini untuk mengejar ketertinggalan dan meningkatkan daya saing dengan Vietnam," kata Shinta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News