kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Revisi UU Migas dan Bubarkan BP-Migas


Rabu, 27 Agustus 2008 / 21:59 WIB


Reporter: Hans Henricus B | Editor: Test Test

JAKARTA. Pengamat perminyakan, Kurtubi, meminta Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk merekomendasikan DPR agar merevisi Undang Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Migas). Pasalnya UU ini sangat tidak ramah terhadap investor.

Kurtubi menyampaikan permintaannya itu saat duduk sebagai saksi di sidang Pansus Hak Angket BBM, Rabu (27/8). Kurtubi menyatakan, revisi itu perlu agar investasi di sektor migas semarak lagi sehingga produksi minyak Indonesia meningkat. "UU 22/2001 sangat tidak investor friendly sehingga investasi di bidang eksplorasi migas anjlok," kata Kurtubi, usai bersaksi di depan Pansus.

Contoh tidak bersahabatnya UU Migas saat ini bisa dilihat dari aturan pajak. Beleid itu mewajibkan setiap kontraktor migas membayar pajak lebih dahulu sebelum melakukan eksplorasi. Padahal dahulu, saat masih berpegang pada UU Nomor 8 Tahun 1971, pemerintah membolehkan kontraktor migas melakukan eksplorasi lebih dahulu, baru membayar pajak.

Akibatnya, industri migas di Indonesia saat ini terpuruk. Buktinya, produksi minyak sangat rendah, lebih rendah dalam sepuluh tahun terakhir. Akibatnya, Indonesia sangat tergantung pada impor minyak.

Di luar soal itu, Kurtubi menyarankan untuk mengubah status Badan Pengatur Hulu Minyak dan Gas (BP Migas) menjadi Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Alasannya, agar BP Migas bisa melakukan transaksi langsung dengan para kontraktor migas dalam menjual migas.

Selama BP Migas berstatus seperti sekarang, yakni sebagai badan hukum negara yang tidak berbisnis, maka penjualan migas dilakukan pihak lain yang memiliki kepentingan. "Akibatnya negara rugi terlalu besar karena dijual terlalu rendah," kata Kurtubi.

Selain itu, tidak adanya wali amanat atau semacam komisaris, membuat BP Migas bebas dari kontrol. Padahal kontrol tersebut sangat penting. Misalnya, untuk mengawasi mekanisme klaim biaya eksplorasi atau cost recovery. "Solusinya, bubarkan saja BP Migas ini dan diganti badan usaha milik negara," kata Kurtubi.

Anggota Pansus dari Fraksi Partai Demokrat, Max Sopacua sependapat dengan Kurtubi untuk merevisi UU Nomor 22 Tahun 2001. "Inilah yang menyebabkan investor tidak berminat," kata Max.

Sedangkan Ketua Pansus Hak Angket BBM Zulkifli Hasan lebih tertarik dengan pendapat pembubaran BP Migas. Zulkifli setuju berbagai penyimpangan dalam penjualan migas karena pemerintah menyerahkan penjualan kepada para trader. Para trader itu leluasa menjual, sebab BP Migas beroperasi tanpa kontrol. "Di sinilah potensi penyimpangan bisa terjadi," kata Zulkifli. Ia pun berjanji menampung dan mencatat seluruh keterangan Kurtubi sebagai bahan pertimbangan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×