Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah berencana akan meningkatkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) tahun depan. Ada dua opsi yang tengah digodok oleh Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan.
Pertama, meningkatkan tarif PPN saat ini yang berlaku sebesar 10% menjadi hingga 15%. Kedua, skema multitarif PPN yang terdiri pengenaan tarif PPN lebih rendah untuk barang-barang dan jasa tertentu yang dibutuhkan masyarakat berpenghasilan rendah. Sementara, pengenaan tarif lebih tinggi untuk barang mewah/sangat mewah.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman (Gapmmi) Adhi Lukman mengatakan kebijakan PPN jelas akan memengaruhi kondisi industri makanan dan minuman. Sebab, jika tarif naik demand akan turun.
Adhi mengungkapkan meski penjualan makanan dan minuman melonjak selama kuartal II-2021, namun kondisi dunia usaha terpukul kenaikan harga bahan baku seperti gula, susu, terigu, gandum, hingga kedelai. Belum lagi, ongkos logistik sedang naik.
Baca Juga: Usulan multitarif PPN, ini jawaban mengejutkan Kemenko Perekonomian
Kendati begitu, Adhi bilang pengusaha saat ini tidak bisa meningkatkan harga jual eceran lantaran effect domino terhadap penurunan penjualan. Alhasil profitabilitas perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang mamin saat ini masih buntung.
“Banyak produk mamin yang sensitif kalau harga naik dan berpengaruh besar terhadap inflasi apalagi dalam proses pemulihan ekonomi akan cukup berat,” kata Adhi kepada Kontan.co.id, Senin (17/5).
Kata Adhi dua skema yang diajukan pemerintah sama-sama akan menambah beban dunia usaha. Justu Adhi berhadap tarif PPN untuk produk mamin bisa turun menjadi 5%.
“Waktu itu sudah meeting dengan Kemenko Perekonomian kami minta 5% karena memang itu untuk meningkatkan daya beli masyarakat agar harga jualan lebih terjangkau,” ucap Adhi.
Selanjutnya: Alasan pemerintah mengusulkan opsi kebijakan multitarif PPN
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News