kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Respons Buruh Soal Rencana Pengusaha Gugat Permenaker Upah Mininum Naik Maksimal 10%


Selasa, 22 November 2022 / 14:08 WIB
Respons Buruh Soal Rencana Pengusaha Gugat Permenaker Upah Mininum Naik Maksimal 10%
Sejumlah pekerja berjalan keluar dari salah satu pabrik di Karawang, Jawa Barat, Senin (23/11/2020). Respons Buruh Soal Rencana Pengusaha Gugat Permenaker Upah Mininum Naik Maksimal 10%.


Reporter: Lailatul Anisah | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menolak terbitnya Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) 18/2022 tentang Penetapan Upah tahun 2023. 

Dan meminta agar penetapan upah 2023 tetap mengacu pada Peraturan Pemerintah 36/2021 tentang pengupahan.

Bahkan pihaknya akan melakukan gugatan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), apabila gubernur menetapkan upah minimum yang bertentangan dengan PP 36/2021.

Baca Juga: Kemnaker Beberkan Dampak Buruk Jika UMP 2023 Naik di Atas 10%

Menanggapi hal ini, Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Elly Rosita Silaban mengatakan hak pengusaha jika mereka ingin melakukan gugatan ke PTUN. 

"Mengenai pengusaha akan menggugat itu hak mereka," kata Elly pada Kontan.co.id, Selasa (22/11). 

Elly mengatakan bahwa pengusaha perlu menjelaskan secara transparan alasannya dalam menolak Permenaker 18/2022. 

"Ini sebaiknya dijelaskan secara terbuka pada perwakilan buruh. Kalau tidak dikomunikasikan akan membuat konflik yang mengganggu hubungan industri," jelasnya. 

Baca Juga: Pengusaha Minta Kebijakan Soal Pengupahan Kembali Mengacu pada PP 36 Tahun 2021

Sebelumnya, Apindo menyebutkan salah satu alasan ditolaknya permenaker 18/2022 karena bertentangan dengan hirarki peraturan perundang-undangan, dimana seharusnya pemerintah tetap menggunakan PP 36/2021 karena dinilai memiliki kepastian hukum yang lebih kuat dan memiliki kedudukan lebih tinggi dari permenaker. 

Menanggapi hal ini, Elly membantah bahwa PP 36/2021 memiliki kedudukan lebih tinggi. Pasalnya PP tersebut merupakan turunan dari UU Cipta Kerja (UUCK) yang berstatus cacat  secara formil. 

"Kalau dikatakan PP 36/2021 lebih tinggi dari Permenaker 18/2022 tidak juga, wong UUCK cacat formil kok bisa aturan turunanya lebih tinggi," ungkap Elly. 

"Puas tidak puas ini jalan yang lebih baik," tambahnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×