Reporter: Handoyo | Editor: Adi Wikanto
JAKARTA. Pemerintah kembali memperlonggar aturan mengenai penempatan tenaga kerja asing (TKA).
Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 35 tahun 2015.
Beleid ini merevisi aturan sebelumnya yakni Permenaker tahun 16 tahun 2015 tentang tata cara penggunaan TKA.
Poin utama yang masuk dalam revisi aturan tersebut adalah menghapus ketentuan kewajiban perusahaan untuk merekrut 10 pekerja lokal setiap mempekerjakan 1 TKA.
Sebelumnya, pada Permenker Nomor 16 tahun 2015, ketentuan tersebut tertuang dalam pasal 3 ayat 1.
Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri mengatakan, selama ini peraturan tersebut tidak dapat disamaratakan untuk seluruh bidang usaha.
"Tidak bisa diterapkan (kewajiban 1 TKA harus merekrut 10 pekerja lokal) ke semua sektor," kata Hanif, Selasa (27/10).
Yang jelas, menurut Hanif bilang setiap TKA yang masuk dan memiliki keahlian maka akan mendapatkan dua keuntungan yakni dari sisi perluasan kesempatan kerja dan alih teknologi yang dapat dimaksimalkan.
Selain menghapus kebijakan soal persyaratan bagi TKA yang masuk, isi dalam Permenaker tentang tata cara penggunaan TKA tersebut adalah penambahan pasal baru.
Bunyi pasal baru yakni pemberi kerja TKA yang berbentuk penanaman modal dalam negeri dilarang mempekerjakan TKA dengan jabatan komisaris.
Keringanan lainnya adalah kewajiban pembayaran Dana Kompensasi Penggunaan (DKP) TKA yang sebesar US$ 100 per jabatan setiap bulan dalam bentuk mata uang rupiah juga telah dicabut.
Dengan demikian, maka perusahaan yang membayarkan DKP TKA tidak perlu lagi mengkonversi ke mata uang rupiah.
Sekadar catatan, dalam peraturan Bank Indonesia (BI) Izin Menggunakan Teaga Kerja Asing (IMTA) masuk dalam Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sehingga tidak diharuskan menggunakan mata uang rupiah.
Permenaker nomor 35 tahun 2015 sendiri mulai berlaku sejak tanggal diundangkan yakni 23 Oktober 2015.
Sekretaris Jenderal Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Muhammad Rusdi menyatakan kekecewaanya terhadap pemerintah atas revisi aturan tersebut.
"Kami kecewa, tiba-tiba pemerintah merevisi Permenaker 16/2015. Ini menunjukkan ketidakmatangan pemerintah," ujar Rusdi.
Seperti diketahui, dalam revisi Permenaker Nomor 16 tahun 2015 itu pemerintah telah menghapus aturan kewajiban bagi TKA untuk dapat berbahasa Indonesia.
Rusdi khawatir, dengan dicabutnya ketentuan soal tenaga asing tersebut akan mengakibatkan banyak jumlah TKA yang tidak memiliki keahlian masuk ke dalam negeri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News