Reporter: Agus Triyono | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Rencana DPR dan pemerintah untuk membatasi luasan lahan yang dikuasai oleh badan hukum sebagaimana yang diinginkan dalam RUU Pertanahan mendapat tentangan.
Para perusahaan pengembang yang tergabung dalam Realestate Indonesia (REI) menilai, bahwa pengaturan pembatasan luasan lahan untuk badan hukum tersebut tidak pas.
Pemerintah dan DPR dalam RUU Pertanahan yang sampai saat ini masih digodog berencana mengatur luasan maksimum tanah hak guna banhunan yang dapat dikuasai oleh badan usaha. Dalam Pasal 31 RUU Pertanahan, jumlah luasan lahan yang ingin mereka atur terdiri dari tiga.
Pertama, luasan lahan hak guna bangunan yang bisa diberikan untuk kawasan perumahan hanya seluas 200 hektare. Ke dua, luasan lahan maksimum untuk kawasan perhotelan atau resort mencapai 100 hektare. Dan ke tiga, luasan lahan untuk kawasan industri maksimum hanya 200 hektare.
Ignesjz Kemalawarta, Wakil Ketua Umum DPP REI Bidang Hukum dan Perundang- undangan mengatakan bahwa secara hierarki perundangan, pengaturan pembatasan tersebut tidak pas. Karena, pembatasan yang ingin dilakukan melalui RUU Pertanahan tersebut terlalu rinci.
Ignesjz bilang, harusnya pengaturan pembatasan dilakukan dengan perangkat hukum di bawah undang- undang. Salah satunya, peraturan daerah. Mengingat, pemerintah daerah adalah otoritas yang paling mengetahui kebutuhan dan ketersediaan lahan yang berada di wilayah mereka.
"Salah satu perhatian kami soal pembatasan luas ini adalah hierarki, kami telah berdiskusi dengan beberapa pakar, pembatasan dalam uu ini terlalu tinggi," kata Ignesjz di Jakarta Selasa (6/5).
Eddy Hussie, Ketua DPP REI sementara itu khawatir kalau rencana pembatasan jadi dilaksanakan, dampak buruk akan terjadi pada sistem perundangan di dalam negeri. Sistem peraturan perundangan di dalam negeri bisa tumpang tindih.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News