Reporter: Handoyo | Editor: Adi Wikanto
JAKARTA. Alternatif pembiayaan untuk pembangunan 10 destinasi pariwisata dengan skema reksadana penyertaan terbatas (RDPT) pariwisata terpadu ditargetkan terlaksana pada kuartal I tahun ini.
Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya mengatakan, saat ini skema tersebut masih dimatangkan oleh fund manajer yang digandeng salah satunya Bahana TCW Investment Management. “Kalau berhasil kita akselerasi, ini pertama untuk reksadana pariwisata terpadu,” kata Arief, Rabu (22/2).
Skema pembiayaan ini dibutuhkan lantaran anggaran dari APBN sangat terbatas. Setidaknya untuk 10 destinasi wisata butuh investasi Rp 200 triliun. Sementara, dukungan dana pemerintah hanya Rp 30 triliun.
Berdasarkan perhitungan Kementerian Pariwisata (Kemenpar), potensi anggaran yang didapat melalui skema pembiayaan RDPT ini untuk 10 destinasi wisata jumlahnya mencapai Rp 57 triliun. Bila dapat diterapkan tahun ini, skema RDPT ditargetkan dapat memperoleh dana sebesar Rp 1 triliun.
Arif mencontohkan, investasi langsung di sektor pariwisata masih belum besar. Tahun ini saja, penanaman modal sektor pariwisata diproyeksi hanya Rp 1,3 triliun, atau naik tipis dibandingkan realisasi tahun lalu yang mencapai Rp 1 triliun.
Secara sederhana, reksadana pariwisata ini bisa memberi return atau imbal hasil tertentu dengan tenor yang panjang yakni sekitar delapan tahun. Namun bila investor merasa menguntungkan maka dapat dikonversikan menjadi equity.
Beberapa sumber pendanaan yang potensial untuk masuk dalam skema ini adalah melalui dana pensiun (dapen) dan asuransi. “Dana pensiun dan asuransi itu seingat saya kan lebih dari Rp 700 triliun, kan aman-aman dia taruhnya di obligasi, terlalu enak dia disitu,” kata Arief.
Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Trikasih Lembong mengatakan, skema reksadana pariwisata yang direncanakan oleh Kemenpar sangat positif untuk mendorong investasi. “Jika misal kita bisa bikin semacam reksadana kemudian bisa diperdagangkan unitnya antara investor, itu akan membuat investasi lebih mudah di perjualbelikan,” kata Thomas.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News