Reporter: Bidara Pink | Editor: Adinda Ade Mustami
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Bank Indonesia (BI) kembali memangkas suku bunga acuan dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) bulan ini sebesar 25 basis poin ke level 4%. Bunga ini terendah sepanjang sejarah. Sehingga, BI telah memangkas BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRRR) hingga 100 basis poin sejak awal tahun ini.
Keputusan BI tersebut karena BI memperkirakan inflasi tetap rendah serta stabilitas eksternal yang terjaga. "Keputusan ini juga sejalan dengan langkah lanjutan untuk mempercepat pemulihan ekonomi di masa pandemi Covid-19," kata Gubernur BI Perry Warjiyo, Kamis (16/7).
Baca Juga: Ekonom: Ini penurunan suku bunga acuan terakhir oleh Bank Indonesia di 2020
Pada kesempatan itu Gubernur BI juga memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal kedua tahun ini di minus kisaran 4%. Proyeksi BI ini sejalan dengan perkiraan Menteri Keuangan Sri Mulyani yang menyatakan pertumbuhan ekonomi kuartal II-2020 sebesar 4,3%.
BI melihat adanya perbaikan ekonomi pada bulan Juni 2020 lalu, meski belum kembali ke level pra Covid-19. Hal ini seiring dengan adanya relaksasi pembatasan aktivitas yang dilakukan pemerintah.
Perbaikan terlihat dari peningkatan penjualan ritel, peningkatan aktivitas manufaktur, peningkatan ekspektasi konsumen, dan perbaikan ekspor seiring dengan meningkatnya permintaan besi dan baja dari China untuk sejumlah proyek infrastruktur.
Baca Juga: Gubernur BI beberkan empat jurus tolak resesi, apa saja?
Di sisi lain, inflasi Juni tercatat hanya 1,9% year on year (yoy), lebih rendah dari batas bawah target sasaran inflasi sebesar 2%. BI juga optimistis, cetak duit yang dilakukan pemerintah untuk membiayai penanganan Covid-19 lewat skema berbagi beban alias burden sharing, tak mempengaruhi inflasi tahun ini.
"Ekonomi kita saat ini lemah, permintaan lemah, jadi tekanan inflasi akan masih rendah," tambahnya. Namun Perry tak menampik risiko inflasi bisa muncul akibat ekspansi moneter ini jika perekonomian mulai pulih. Makanya, bank sentral menyiapkan bauran kebijakan untuk mengendalikan tekanan inflasi.
Meski demikian, bank sentral melihat suku bunga bukan merupakan satu-satunya instrumen untuk menggenjot perekonomian. Dalam situasi saat ini, instrumen yang paling efektif adalah jalur kuantitas, yaitu dari aspek likuiditas.
Selama ini, BI juga telah melakukan quantitative easing. Namun, suntikan likuiditas tersebut masih tertahan di perbankan. Makanya, Perry ingin program restrukturisasi perbankan bisa lebih cepat.
Ekonom Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia Teuku Riefky sebelumnya juga menyarankan BI untuk memangkas bunga acuannya bulan ini. Sebab, pemangkasan tersebut dinilai mampu mendorong permintaan agregat dan meringankan beban BI dalam skema burden sharing.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News