kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Reformasi pajak belum membuktikan perbaikan tax ratio


Rabu, 13 November 2019 / 18:57 WIB
Reformasi pajak belum membuktikan perbaikan tax ratio
ILUSTRASI. Warga mengantri untuk dapat melaporkan wajib pajak di gedung Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta, jumat (31/03). Proyeksi tax ratio di tahun 2019 diprediksi melempem di level 11,1%. Sementara, tahun 2020 diperkirakan hanya 11,5%. KONTAN/Fransiskus Simbolon


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Tendi Mahadi

Kedua, adanya kebijakan ketentuan percepatan restitusi yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 39/PMK.03/2018 tentang Tata Cara Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak. Kemudian, pemerintah di tahun ini memberikan ruang bagi industri farmasi untuk mendapatkan fasilitas percepatan restitusi pajak lewat PMK Nomor 117/PMK.03/2019 tentang Perubahan atas PMK 39/2018.

“Harga komoditas yang melemah serta kebijakan pencepatan restitusi pajak, itu akhirnya pajak tidak mencapai target, ditambah impor juga naik itu mempengaruhi tax ratio,” kata Ubaidi kepada Kontan.co.id, Rabu (13/11).

Sebagi kontributor terbesar tax ratio, penerimaan pajak sampai akhir Oktober 2019 masih jauh dari target. Berdasarkan data Kemenkeu, penerimaan pajak Januari-Oktober 2019 sekitar Rp 1.000 triliun. Angka tersebut baru 65,38% dari target akhir tahun sebesar Rp 1.577,56 triliun. 

Baca Juga: Pemanfaatan frekuensi broadband akan menyokong ekonomi digital

Namun, Ubaidi masih optimistis pencapaian tax ratio di tahun 2019 dan 2020 masih sesuai perkiraan pemerintah meski segenap sentimen menghantui penerimaan negara.

Pengamat Pajak Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Darussalam mengatakan pemerintah mengatur strategi untuk menjaga tax ratio. Menurutnya jurus untuk meningkatkan tax ratio bisa melalui dua area besar.

Pertama, mengurangi compliance gap atau potensi yang belum tergali akibat kelemahan administrasi. Kedua, mengurangi policy gap atau potensi yang belum tergali akibat keterbatasan kebijakan. 

“Sebetulnya sesuai dengan pilar reformasi pajak, jika kelimanya dijalankan secara konsisten, target tersebut bukan sesuatu yang mustahil bisa tercapai,” kata Darussalam kepada Kontan.co.id, Rabu (13/11).

Darussalam menegaskan yang perlu digarisbawahi adalah keberhasilan reformasi pajak dipengaruhi oleh faktor lingkungan, interaksi antar pemangku kepentingan, dan dorongan politik. 

Baca Juga: Menilik potensi optimalisasi penerimaan negara dari sektor frekuensi




TERBARU

[X]
×