Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah berencana akan mulai memungut cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) pada tahun ini.
Kendati begitu, penerapannya akan mengikuti perkembangan ekonomi, salah satunya dengan melihat pertumbuhan ekonomi 2023 yang harus di atas 5%.
Kepala Seksi Potensi Cukai, Subdirektorat Potensi Cukai dan Kepatuhan Pengusaha Barang Kena Cukai, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Ali Winoto memastikan bahwa tarif cukai MBDK yang ditetapkan akan moderate.
Baca Juga: Kemenkeu Pastikan Tarif Cukai Minuman Berpemanis Tidak Memberatkan Pengusaha
Sehingga pengenaan cukai MBDK tidak akan terlalu banyak berpengaruh ke perekonomian Indonesia maupun dunia industri.
"Oleh karena itu kita perlu menyeimbangi itu, sehingga ketika pengenaan cukai MBDK ini tentu tarifnya tarif yang moderat," ujar Ali dalam Webinar Bijak, dikutip Kamis (18/1).
Selain itu, dirinya juga membandingkan penerapan cukai MBDK di Asia Tenggara yang sudah lebih awal melaksanakan kebijakan tersebut.
Di kawasan Asia Tenggara, saat ini terdapat tujuh negara yang memberlakukan cukai MBDK. Misalnya saja Kamboja dan Laos yang pertama memperkenalkan cukai MBDK pada tahun 1997 dan 2005.
Untuk negara Laos dan Kamboja, penerapan cukai MBDK dikenakan pada minuman berkarbonasi, konsentrat, minuman berenergi, jus 100% buah, jus manis, minuman berbahan dasar susu, minuman manis rendah kalori, serta air minum dalam kemasan tanpa pemanis.
Baca Juga: Pemberlakuan Cukai Minuman Berpemanis Menanti Data Pertumbuhan Ekonomi
Adapun tarif yang dikenakan di negara Laos adalah 5-10% per liter atau Rp 247 per liter serta negara Kamboja dengan tarif 10% per liter atau Rp 1.250 per liter.
"Malah Kamboja dan Laos yang menurut kita negara yang secara ekonomi di bawah Indonesia sudah mulai (memungut MBKD) pada tahun 1997 dan 2005," katanya.
Sementara itu, negara Brunei hanya mengenakan cukai MBDK pada minuman berkarbonasi dan minuman berenergi dengan tarif 0,4 BND atau setara Rp 4.538 per liter untuk batasan gula di atas 6 gram per 100 ml.
Kemudian Malaysia juga menerapkan taraif cukai MBDK sebesar 0,4 MYR atau setara Rp 1.312 per liter untuk batasan gula di atas 5 gram per 100 ml. Tarif tersebut dikenakan untuk produk minuman berkarbonasi, konsentrat, minuman berenergi, hingga minuman berbahan dasar susu.
Baca Juga: Menanti Rilis BPS Untuk Pemberlakuan Cukai MBDK di 2024
Selanjutnya ada negara Thailand yang mengenakan cukai MBDK pada semua cakupan dengan tarif 10-14% + 0,1-5 THB per liter atau setara Rp 1.630 per liter untuk batasan gula di atas 6 gram per 100 ml.
Sedangkan negara Filipina mengenakan cukai MBDK hanya untuk produk minuman berkarbonasi, konsentrat, minuman berenergi, jus manis dan minuman rendah kalori dengan tarif 6-12 PHP per liter atau Rp 1.648 per liter.
Dan terakhir, Timor Leste baru-baru ini memperkenalkan cukai MBDK pada tahun 2023 dengan tarif US$ 3 atau setara Rp 45 ribu per liter.
Ini ditujukan untuk produk minuman berkarbonasi, minuman berenergi, minuman berbahan dasar susu, serta minuman manis rendah kalori.
"Ini untuk menggambarkan kira-kira nanti tarif (cukai MBDK) kita berapa," imbuhnya.
Baca Juga: Inflasi Tahun 2023 Terkendali di Kisaran Sasaran, Bagaimana Prospeknya di 2024?
Ali bilang, desain cukai MBDK di Asia Tenggara ini dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu desain ad-valorem (Kamboja & Laos), dan desain spesifik (Brunei, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Timor Leste).
Kamboja mengikuti struktur ad-valorem dengan tarif yang seragam, semengtara Laos juga menggunakan struktur ad-valorem dengan tarif berjenjang berdasarkan jenis minuman.
"Ini menjadi gambaran yang akan kita tentunya perhatikan untuk pengenaan cukai MBDK di Indonesia," pungkas Ali.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News