Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu) menyatakan bahwa ingin mengkaji penerapan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) berdasarkan upah minimum provinsi (UMP) di masing-masing daerah.
Sebelumnya, sesuai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 101/PMK.010/2016, Pemerintah menetapkan kenaikan PTKP menjadi Rp54 juta per tahun atau Rp4,5 juta per bulan dari sebelumnya Rp36 juta per tahun atau Rp3 juta per bulan. Kebijakan ini dilakukan untuk mendorong daya beli masyarakat di tengah perlambatan ekonomi.
Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi mengatakan, pihaknya ingin mengkaji bersama penerapan PTKP yang berbeda di setiap region. Pasalnya, ada penurunan penerimaan pajak di daerah-daerah yang UMP-nya rendah.
“Kalau saya usul, sesuaikan dengan UMP. Dengan adanya (kenaikan) PTKP ini, Kanwil Yogyakarta penerimaannya jatuh. Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP)-nya sangat menurun karena banyak yang di bawah PTKP,” katanya, Rabu (19/7).
Terkait usul ini, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA ) Yustinus Prastowo mengatakan bahwa ide ini tepat apabila bisa diberlakukan. Pasalnya, regionalisme kebijakan PTKP mendekati biaya hidup riil.
“Jd nanti dibuat zonasi. Usul saya, dibuat tabel dari persentase UMR,” kata Yustinus kepada KONTAN, Rabu (19/7).
Selama ini, menurut Yustinus, kebijakan PTKP nasional tidak adil karena daya beli dan beban hidup berbeda-beda di tiap-tiap masyarakat. Dia menjelaskan, karena konsep PTKP memang biaya minimum yang dibutuhkan wajib pajak untuk dapat bekerja menghasilkan, maka dapat diatur berapa persen di atas upah regional.
Ia melanjutkan, kebijakan PTKP selain basisnya zonasi atau regional, bisa dimodifikasi memperhatikan kaum seperti perempuan, kelompok difabel, dan pekerja usia nonproduktif. “Ini akan jadi insentif ampuh yang menyangga sistem sosial kita,” ucapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News