kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun depan dinilai terlalu optimistis


Rabu, 13 Mei 2020 / 20:01 WIB
Proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun depan dinilai terlalu optimistis
ILUSTRASI. Ekonom Indef Bhima Yudhistira Adhinegara


Reporter: Rahma Anjaeni | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah telah menyampaikan Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) Tahun 2021 kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI), Selasa (12/5).

Di dalam pemaparannya, pemerintah memperkirakan kinerja pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun depan mampu tumbuh pada kisaran 4,5%-5,5% dengan tingkat inflasi antara 2,0%-4,0%.

Kemudian, konsumsi rumah tangga dan Lembaga Non Profit yang Melayani Rumah Tangga (LNPRT) pada tahun 2021 diperkirakan tumbuh di kisaran 4,1% sampai 4,9% seiring dengan peningkatan pendapatan dan penciptaan lapangan kerja yang lebih baik.

Sementara itu, konsumsi pemerintah diperkirakan tumbuh 2,5% sampai 3,5%, investasi tumbuh 6,0% sampai 7,1%, dan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) diproyeksi tumbuh di level 6,0% sampai 7,1%.

Baca Juga: Pemerintah prediksi konsumsi rumah tangga tahun 2021 bisa tumbuh 4,9%, ini pemicunya

Lebih lanjut, dari sisi perdagangan internasional kinerja ekspor dan impor diperkirakan akan terus membaik. Pemerintah memperkirakan pertumbuhan ekspor dalam rentang 3,5% sampai 5,1%, serta impor dalam rentang 4,4% sampai 5,9%.

Menanggapi proyeksi ini, Ekonom Institut For Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengganggap proyeksi pemerintah tersebut masih terlalu optimistis.

Apalagi dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi dengan batas atas di 5,5% masih dirasa terlalu tinggi.

"Di tengah kondisi pandemi dan pemulihan, apa mungkin pertumbuhan ekonomi setinggi itu? Apalagi menargetkan pertumbuhan konsumsi rumah tangga, karena untuk mencapai pertumbuhan konsumsi, kinerja ekspor-impor, dan investasi itu harus melihat bahwa pandemi ini terjadi secara global," ujar Bhima kepada Kontan.co.id, Rabu (15/5).

Bhima melanjutkan, masa pemulihan pada tahun depan sudah dapat dipastikan akan cukup berat. Terlebih, dengan melihat kebijakan pemerintah yang akan melakukan pelonggaran pembatasan sosial berskala besar (PSBB).

Wacana pelonggaran ini, malah akan menimbulkan kesan blunder bagi pertumbuhan ekonomi di tahun depan. Pasalnya, konsumen juga akan menjadi tidak percaya diri untuk berbelanja di tengah pandemi yang masih berlangsung.

"Selain itu, kalau mau bicara pertumbuhan ekonomi yang tinggi, maka stimulusnya nggak bisa 2,5% dari produk domestik bruto (PDB). Stimulusnya harus dinaikkan dengan bauran-bauran kebijakan fiskal dan moneter yang selaras," kata Bhima.

Untuk itu, ia menyarankan agar pemerintah dapat berfokus dulu pada masalah kesehatan agar dapat selesai pada tahun 2021. Barulah setelah itu bisa memikirkan kebijakan lain yang tidak membingungkan pelaku usaha dan konsumen.

Di sisi lain, asumsi pemerintah bahwa di tahun depan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja dan Perpajakan bisa selesai dan mulai diimplementasikan juga kemungkinan besar akan keliru.

Masalahnya, belum tentu Omnibus Law dapat disahkan dan akan meningkatkan investasi.

"Apalagi banyak pasal yang berpolemik dan justru kontraproduktif. Pengusaha juga perlu melakukan adjustment terhadap aturan turunan yang jumlahnya ratusan, bahkan bisa mencapai ribuan," tandas Bhima.

Baca Juga: Ini dampak penggantian asumsi dasar ekonomi makro sebagai dasar perhitungan APBN 2021

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×