kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45893,43   -4,59   -0.51%
  • EMAS1.308.000 -0,76%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Proyek infrastruktur dinilai belum memuaskan


Minggu, 02 April 2017 / 18:41 WIB
 Proyek infrastruktur dinilai belum memuaskan


Reporter: Handoyo | Editor: Sanny Cicilia

JAKARTA. Proyek-proyek infrastruktur yang dijanjikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) masih belum memuaskan. Target yang terlalu tinggi, dengan pendanaan dan kompetensi yang kurang menjadi penyebabnya.

Pengamat infrastruktur Institut Teknologi Bandung Harun Al Rasyid Lubis mengatakan, sampai dengan 2,5 tahun masa kepemimpinan Presiden Jokowi realisasinya belum sampai separuh dari target. Banyaknya kendala, membuat pembangunan infrastruktur diperkirakan masih mencapai 1/3 dari total kebutuhan.

Proyek infrastruktur yang menjadi fokus pemerintahan Jokowi dapat dibagi dalam tiga kategori besar yakni energi (kelistrikan), bidang perhubungan (Kementerian Perhubungan) dan Infrastuktur dibawah kendali Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

Di sektor kelistrikan, sampai saat ini masih belum Ada kejelasan. Proyek listrik 35.000 mega watt (MW) terus mengalami koreksi. Pengembangan tenaga listrik tenaga panaskan bumi atau geothermal juga belum berak cepat. Sosialisasi terhadap potensi itu masih minim.

Selanjutnya, proyek infrastruktur perhubungan juga berjalan lambat. Energi di awal pada saat pembangunan masih mentah. Beberapa hal seperti, kajian lingkungan, proses penugasan pembangunan belum siap dengan baik. Hal ini yang berbahaya, karena akan menjadi risiko.

"Bangun infrastruktur teknik sipil, sebenarnya tidak banyak perubahan, karena tekniknya begitu-begitu saja. Oleh karena itu perlu siapkan lebih matang orang-orang yang kompeten. Rancangan dari awal harus optimal, desain bagus," kata Harun, akhir pekan lalu.

Pembangunan infrastruktur di kementerian PUPR juga banyak hambatan dan kendala. Di sektor pembangunan jalan misalnya, persoalan pembebasan tanah juga masih belum terselesaikan. Contohnya, beberapa ruas jalan tol trans Jawa yang masih belum beres seluruhnya. Jalan-jalan di Pantura juga masih banyak yang bolong dan hanya ditambal sulam.

Proyek-proyek infrastruktur transportasi masa seperti Mass Rapid Transit (MRT), Light Rail Transit (LRT), kereta cepat Jakarta-Bandung tidak lepas dari kendala ditengah-tengah proses pengerjaannya. Tidak jelasnya sumber pendanaan akibat anggaran yang kurang tetap menjadi problem utama.

Bahkan,studi analisis keselamatan, atas proyek moda transportasi masa yang direncanakan itu belum tersosialisasikan dengan baik. Jangan sampai, hanya untuk mengejar penyelesaian sisi keselamatan ditinggalkan.

"Proyek publik, kajian pengamanan harus betul-betul diperhatikan. Apakah desainnya aman, seperti MRT, LRT. Bagaimana kalau terjadi kebakaran atau mogok. Bagaimana proses evaluasinya. Sampai saat ini belum ada," ujar Harun.

Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Kementerian PUPR Herry Trisaputra Zuna mengatakan, Saat ini infrastruktur masih belum dapat mendukung daya saing. Indeks daya saing infrastruktur Indonesia pada tahun 2015-2016 berada di ranking 64. Oleh karena itu, "Pembangunan jalan tol dan infrastruktur lain kita dorong untuk memberikan berkontribusi daya asing," kata Herry.

Dibandingkan negara tetangga, seperti Malaysia waktu tempuh kendaraan di jalan masih kalah. Bila di Malaysia dalam 100 kilometer (km) dapat dijangkau dalam 1,5 jam, di Indonesia rata-rata dalam waktu 2,75 jam. Ini merupakan tantangan yang harus segera diselesaikan.

Pembangunan jalan tol baru tahun 2015-2019 ditargetkan sepanjang 1,060 kilometer (km), dengan kebutuhan inveatasi mencapai Rp 167,4 triliun. Tol-tersebut tersebar mulai dari Sumatera, Jawa, kalimantan dan sulaweai.

Berdasar data Kemenerian Pu-Pera, pada tahun 2015 lalu panjang jalan tol yang selesai dibangun mencapai 132 km, tahun 2016 176 km. Tahun 2017 ini ditargetkan dapat terselesaikan 568 km, tahun 2018 1183 km, dan tahun 2019 menjadi 1852 km.

Dalam RPJMN tahun 2015–2019 disebutkan, kebutuhan pendanaan infrastruktur melalui APBN dan APBD hanya mampu menutupi sebesar 41,3% dari kebutuhan atau sekitar Rp 1.978,6 triliun. Sisanya diharapkan dari keterlibatan pendanaan BUMN sebesar 22,2% atau Rp 1.066,2 triliun. Sedangkan swasta sebanyak 36,5% atau sekitar Rp 1.751,5 triliun.

Hingga tiga tahun berjalan, pendanaan infrastruktur melalui dana pemerintah masih jauh dari harapan. Di tahun 2015, realisasi anggaran infrastruktur yang berasal dari APBN mencapai Rp 290 triliun, tahun 2016 sebesar Rp 313,5 triliun, dan tahun ini teralokasi sebesar Rp 346,6 triliun. Angka ini masih jauh dari kebutuhan yang mencapai lebih dari Rp 500 triliun.

Menurut Herry ada beberapa terobosan yang dilakukan pemerintah dalam upaya percepatan pembangunan infrastruktur tersebut. Di antaranya adalah pengembangan skema pembiayaan-pembiayaan baru.
Disampingnya itu ada pula sinergi BUMN.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×