Reporter: Petrus Dabu | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Infrastruktur memainkan peran signifikan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu,selain usulan pembebasan pajak (tax holiday) dan keringanan pajak (tax alowance), pemerintah juga sedang menyiapkan beberapa bentuk jaminan bagi pihak swasta agar tidak rugi dalam mengerjakan proyek infrastruktur.
Deputi Sarana dan Prasarana Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Pembangunan Nasional Dedy Supriadi Priatna mengatakan, pemerintah sedang memfinalisasi revisi Peraturan Presiden No 13 tahun 2010 tentang kerja sama antara pemerintah dan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur.
Dalam revisi ini, pemerintah akan menyediakan dana viability gap fund. Dedy menjelaskan banyak proyek kerja sama antara pemerintah dan swasta atau public private patnership (PPP) memiliki return marginal. Misalnya, di proyek jalan tol, investor menginginkan return 17% - 18%, dengan memperhitungkan bunga pinjaman bank 12 %, maka target gain yang diperoleh investor adalah 5% - 6%. Tapi, lanjut Dedy, bila target tersebut tidak tercapai, misalnya return yang diperoleh hanya 14%, maka terjadi gap.
Gap atau kekuarangan inilah yang akan ditangung pemerintah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pemerintah akan membentuk badan Layanan Umum (BLU) seperti dalam pengelolaan dana land caping atau pembebasan lahan yang sudah ada selama ini. Katanya, dengan pola kerja sama seperti ini tidak membebani pemerintah, dibandingkan bila pemerintah sendiri yang mengerjakan suatu proyek.
Revisi Perpres No 13 tahun 2010 ini sedang dilakukan di Kementerian Koordinator Perekonomian dan ditargetkan rampung dalam tiga bulan ke depan.
Pemerintah juga sedang merevisi Perpres No 78 tahun 2010 tentang penjamin infrastruktur dalam proyek kerja sama antara pemerintah dan badan usaha. Dalam revisi ini, kata Dedy, Penjamin Infrastruktur Indonesia (PII) juga akan menjamin political risk. "Political risk adalah suatu risiko yang seharusnya bisa diselesaikan oleh pemerintah, tapi pemerinntah tidak bisa menyelesaikannya. Maka itu ditanggung oleh pemerintah," ujar Dedy.
Political risk ini, bisa dalam bentuk penolakan masyarakat atas suatu proyek yang menyebabkan proyek tidak bisa berjalan dan menimbulkan kerugian bagi investor. Risiko politik lainnya, adanya perubahan aturan yang menyebabkan investor mengalami kerugian. Namun, risiko politik ini tidak mencakup risiko komersil yaitu kerugian karena kurang produktifitas atau kerugian akibat bencana alam.
Jaminan risiko politik ini sebenarnya sudah ada, tapi selama ini dijamin langsung oleh Kementerian Keuangan melalui mekanisme APBN. "Kalau APBN kan panjang urusannya, harus melalui DPR, belum lagi yang mengelolahnya juga birokrat yang punya kesibukan rapat, urusannya jadi lama," imbuh Dedy.
Dana penjamin risiko politik ini nanti akan ditangani oleh PII. Karena itu, pemerintah akan menambah alokasi dana di PII.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News