Reporter: Fahriyadi | Editor: Dadan M. Ramdan
JAKARTA. Polemik kartu tanda penduduk elektronika (e-KTP) yang tidak boleh di fotokopi berulang memantik isu bisnis basah pengadaan card reader, alat pembaca data yang terbenam di chip e-KTP.
Publik bereaksi keras atas surat Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri) atas larangan itu. Kecurigaan terjadi ketidak transparanan dalam proyek e-KTP tersebut.
Apalagi, di balik surat itersebut, konon ada keinginan pemerintah agar instansi yang melayani publik segera memiliki card reader eKTP. Pemerintah ingin card reader diproduksi massal di dalam negeri agar tidak bergantung pada impor.
Saat ini, harga card reader di pasaran rata-rata Rp 5 juta – Rp 6 juta per unit. Jika diproduksi massal di dalam negeri, harga pengadaan alat baca KTP ini bisa murah.
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) yang telah memiliki teknologi ini mengaku tidak akan memproduksi card reader e-KTP. Mereka akan menyerahkan semuanya kepada industri.
Direktur Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi BPPT Hammam Riza bilang, lembaganya hanya melakukan kajian untuk membuat prototype card reader. "Saat ini BPPT tengah mengembangkan desainnya dan selanjutnya diserahkan ke industri nasional untuk diproduksi massal," katanya kepada KONTAN, Rabu (15/5).
Hammam menjelaskan, desain awal card reader sudah rampung, namun masih terus disempurnakan untuk memenuhi standar. "Industri nasional harus bisa memproduksi card reader tahun ini juga karena e-KTP mulai diberlakukan nasional pada 1 Januari 2014," ungkapnya.
BPPT juga optimistis industri dalam negeri mampu membuat alat pembaca data tersebut, yang nantinya digunakan di seluruh instansi pemerintah maupun swasta. Meski begitu, tidak semua industri lokal bakal kecipratan proyek nasional ini. Sebab, BPPT mensyaratkan hanya perusahaan yang mampu memenuhi 50%-60% kebutuhan komponen alat ini dari dalam negeri yang boleh menggunakan formula card reader eKTP dari BPPT.
Hammam mengakui, sudah banyak perusahaan yang berminat memproduksi card reader. Meski tak menyebut nama, ia mengatakan beberapa perusahaan badan usaha milik negara (BUMN) menyatakan tertarik memproduksi.
Mengenai perkiraan harga card reader, BPPT belum bisa memastikan apakah nantinya bisa di bawah Rp 5 juta per unit setelah diproduksi massal di Tanah Air. Yang pasti tidak akan lebih mahal dari impor.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News