Reporter: Dadan M. Ramdan, Fahriyadi |
JAKARTA. Dulu, orang berbondong-bondong menjadi pegawai negeri sipil (PNS) lantaran ada jaminan pensiun. Tapi, dua tahun lagi, baik PNS maupun pekerja swasta sama-sama mendapat jaminan masa pensiun dari Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan.
Kewajiban ini merupakan perintah Undang-Undang (UU) No 24/ 2011 tentang BPJS dan UU No 40/ 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Aturan yang akan jalan mulai Juli 2015 ini berlaku bagi seluruh pekerja.
Elvyn G. Masassya, Direktur Utama PT Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) mengatakan, implementasi program pensiun bagi pekerja ini masih menunggu aturan teknis berupa Peraturan Presiden (Perpres) dan Peraturan Pemerintah (PP) yang memuat ketentuan lebih rinci atas kebijakan tersebut.
Saat ini, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemnakertras), Kementerian Keuangan (Kemkeu), dan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) tengah menggodok draf peraturan teknis terkait pensiun ini. "Penyelenggara, seperti kami (Jamsostek) hanya memberikan masukan," katanya kepada KONTAN, Selasa (5/3). Paling telat, beleid teknis ini bakal rampung pada November 2013.
Elvyn mengungkapkan, sejauh ini, banyak usulan terkait pengelolaan pensiun ini. Kajian juga menyangkut mekanisme pengelolaan pensiun bagi pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) atau pindah tempat kerja, sampai model pensiunnya. Misalnya, besaran iuran pekerja antara 10%-20% dari upah. "Ini belum final karena masih dibahas," ujarnya.
Menurut Ruslan Irianto Simbolon, Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Kemenakertrans, total potongan maksimal pada pekerja sesuai UU No 11/1992 tentang Dana Pensiun, tidak boleh lebih dari 25% dari upah. BPJS masih mengupayakan iuran pensiun tidak membebani pekerja.
Tapi, kata Ruslan, idealnya, pembayaran premi pensiun pekerja swasta antara 5%-10% dari upah bulanan. "Iuran pensiun ini dibayar penuh oleh pekerja," jelasnya.
Anggota DJSN, Haryadi Sukamdani mengutarakan, konsep pensiun pekerja masih digodok, terutama soal model pensiun. Merujuk UU SJSN, program pensiun idealnya adalah model manfaat pasti. Tapi, DJSN khawatir, konsep ini sulit diterapkan karena kemampuan bayar berbeda.
Alternatif lain, menurut Haryadi, model dana pensiun iuran pasti paling relevan. "Kami akan membicarakan hal ini dengan Kadin, Apindo, dan Jamsostek," katanya. n
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News