CLOSE [X]
kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.470.000   4.000   0,27%
  • USD/IDR 15.946   -52,00   -0,33%
  • IDX 7.161   -53,30   -0,74%
  • KOMPAS100 1.094   -8,21   -0,74%
  • LQ45 872   -4,01   -0,46%
  • ISSI 216   -1,82   -0,84%
  • IDX30 446   -1,75   -0,39%
  • IDXHIDIV20 540   0,36   0,07%
  • IDX80 126   -0,84   -0,67%
  • IDXV30 136   0,20   0,15%
  • IDXQ30 149   -0,29   -0,20%

Program pengentasan kemiskinan SBY tak maksimal


Rabu, 02 Juli 2014 / 20:05 WIB
Program pengentasan kemiskinan SBY tak maksimal
Belanja dengan banyak diskon besar selama akhir pekan di katalog promo JSM Superindo terbaru 3-5 Februari 2023.


Reporter: Asep Munazat Zatnika | Editor: Yudho Winarto

JAKARTA. Upaya mengangkat nasib masyarakat miskin diakui pemerintah masih belum maksimal. Hingga bulan Maret 2014 jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 28,28 juta orang atau sekitar 11,25%.

Jumlah itu hanya turun sedikit dibanding penduduk miskin pada bulan September 2013 lalu yang mencapai 28,6 juta orang atau 11,46%. Adapun tahun ini pemerintah sebetulnya menargetkan jumlah penduduk miskin bisa turun hingga mencapai 10,5%.

Menteri perencanaan pembangunan nasional (PPN)/Kepala Bappenas Armida Alisjahbana bilang, pemerintah saat ini memang hanya untuk menurunkan jumlah penduduk miskin sedikit saja. Sebab, kebijakan yang dilakukan pemerintah hanya bersifat perlindungan sosial.

Beberapa program perlindungan sosial yang kita kenal saat ini adalah pemberian beras miskin, pemberian bantuan langsung tunai, pemberian beasiswa bagi siswa miskin, dan lain-lain. Nah, supaya jumlah penurunannya tinggi, Armida bilang harus ada kebijakan tambahan di sisi ekonimnya.

Program yang terkait dengan sisi ekonomi ini maksudnya, yang dapat meningkatkan produktifitas masyarakat miskin. "Mereka harus mendapat penghasilan cukup, dan akhirnya bisa keluar dari garis kemiskinan," ujar Armida, Rabu (2/7) di Jakarta.

Sebagai gambaran, garis kemiskinan yang ditetapkan oleh pemerintah saat ini menggunakan dua pendekatan. Pertama pendekatan makan, dan kedua pendekatan bukan makanan. Berdasarkan pendekatan makanan yang disebut masyarakat miskin adalah yang pengeluaran kebutuhan minimum makanan setara 2.100 kilo kalori per kapita per hari. Sementara pendekatan non makanan berdasarkan pengeluaran diluar makanan seperti perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan.

Armida bilang, ini pekerjaan rumah bagi pemerintahan terpilih agar memberi ruang lebih bagi program peningkatan daya beli masyarakat. Ia mencontohkan, program yang terkait dengan produktivitas itu antara lain peningkatan lapangan kerja di sektor nelayan, pertanian, jasa, dan sektor informal lainnya.

Di sektor-sektor itulah biasanya masyarakt miskin menggantungkan hidupnya. Selama ini penghasilan masyarakat miskin yang bekerja di sektor-sektor tersebut tidak besar. Armida juga menjelaskann, pemerintah harus melakukan intervensi di bidang-bidang pekerjaan itu. "Hanya saja, bukan berarti programerlindungan sosial dihilangkan, itu tetap dibutuhkan," ujarnya.

Sementara itu, dengan kondisi saat ini Armida mengaku pesimistis target kemiskinan yang ditetapkan sebesar 10,5% bisa tercapai. Menurutnya, tantangan cukup besar, apalagi ada pemangkasan anggaran infrastruktur dasar. Namun demikian, Ia mengaku masih berharap bisa tercapai, dengan asumsi beberapa program yang dianggarkan belum 100% teralisasi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×