Sumber: KONTAN | Editor: Tri Adi
JAKARTA. Tidak semua dokter menyukai tugas di daerah terpencil. Lihat saja pembukaan lowongan pegawai tidak tetap (PTT) dokter umum dan dokter gigi yang digelar Kementerian Kesehatan selama periode Januari hingga April 2010. Dari 685 formasi PTT dokter umum, hanya terisi 618 peserta. Sedangkan dari 444 formasi dokter gigi, hanya terisi 151 peserta.
Kondisi tersebut memang kurang menggembirakan. Maklum, hingga kini, kesenjangan tenaga kesehatan antardaerah memang masih lebar. Kementerian Kesehatan akan mengevaluasi penyebab masalah ini.
Dulu, PTT merupakan kegiatan wajib para dokter yang baru lulus kuliah. Program ini menjadi syarat mengantongi surat izin praktik (SIP). Belakangan, setelah dievaluasi, kegiatan ini dinilai kurang optimal. Adalah Menteri Kesehatan yang lama, Siti Fadillah Supari, yang menghapuskan kewajiban dokter melakukan tugas itu. PTT hanya sebuah pilihan.
Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan Ratna Rosita menjelaskan, selain sepi peminat, penyebaran dokter PTT di daerah terpencil juga tidak merata. "Ada daerah terpencil yang peminatnya membludak, ada juga yang tidak dilirik sama sekali," ujarnya, akhir pekan lalu.
Menurut Kepala Pusat Perencanaan dan Pendayagunaan SDM Kesehatan Kementerian Kesehatan Kemas M. Akib Aman, sedikitnya ada dua faktor yang menyebabkan keadaan tersebut.
Pertama, banyak peserta yang memilih daerah terpencil dengan akses transportasi yang tidak terlampau sulit. Akibatnya, pos daerah terpencil lain, seperti Papua dan Maluku Utara, tidak diminati.
Kedua, dokter PTT yang tidak lolos penentuan daerah bertugas, biasanya menolak opsi penempatan. Mereka memilih mengundurkan diri dan mendaftar lagi pada PTT program selanjutnya. "Pertahun biasanya pemerintah membuka lowongan hingga tiga kali," terang Kemas.
Umumnya, Kemas bilang, dokter langsung patah semangat saat mengetahui daerah tempatnya bertugas sulit diakses. Jaringan listrik yang belum merata, makin meruntuhkan mental mereka. Buntutnya, ada peserta yang sudah diterima sebagai dokter PTT yang mengundurkan diri. "Sekitar 2% memilih mengundurkan diri," kata Kemas.
Agar tak ada lagi yang mengundurkan diri, Kementerian Kesehatan akan memberi sanksi berupa kewajiban mengembalikan uang transpor. Uang itu nantinya akan digunakan untuk memberangkatkan dokter pengganti.
Hans Henricus BenedictusProgram Dokter Pegawai Tidak Tetap Sepi Peminat
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News