Reporter: Hasbi Maulana | Editor: Edy Can
NEW YORK. Selama setengah hari, Senin (24/9) waktu New York, Indonesia berhasil meng-"occupy" Wall Street. Kelakar Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat , Dino Patti Jalal ketika membuka Indonesia Investment Day itu ada benarnya. Paling tidak, tampak begitu banyak pejabat pemerintah, pengusaha, serta kalangan profesional Indonesia yang pagi hingga siang itu wira-wiri di sekitar New York Stock Exchange Euronext, New York. Mereka bersemangat menghadiri hajatan pemerintah di gedung yang menjadi jantung keuangan dunia tersebut.
Seperti rencana, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyampaikan pidato di depan peserta forum ini. Tentu saja, sesuai dengan tema seminar yang jauh-jauh diselenggarakan di balik planet ini, presiden berupaya memikat para investor dan calon investor agar tertarik menanam dan mengembangkan modal mereka di Indonesia. SBY mengawali pidatoya dengan mengungkapkan lima mitos tentang Indonesia yang pernah dilaporkan oleh McKinsey Global Institute, beberapa waktu lalu.
Mitos pertama yang menganggap ekonomi Indonesia tidak stabil, ditepis SBY dengan fakta pertumbuban ekonomi yang antara 4% - 6% sejak 2001, kecuali 2008, dan memiliki fundamental yang solid. Mitos kedua tentang pemusatan ekonomi Indonesia di Jakarta, ditampik presiden dengan fakta geliat ekonomi juga terjadi di kota-kota besar lain, seperti Surabaya dan Medan secara signifikan. SBY juga menangkis mitos ketiga yang mengatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia didorong sepenuhnya oleh ekspor, seperti negeri-negeri "macan asia" lain. Presiden bilang, ekspor bagi pertumbuhan ekonomi kurang dari 50%.
Presiden juga menyampaikan fakta bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia banyak terdorong konsumsi domestik dan investasi, untuk menyingkirkan mitos bahwa ekonomi Indonesia tergantung sepenuhnya pada sumber daya alam. Terakhir, mitos yang mengatakan bahwa perekonomian Indonesia tertopang oleh banyaknya angkatan kerja ditangkis SBY dengan mengatakan bahwa produktivitas justru merupakan kunci utama. Oleh karena itu pemerintah mengalokasikan 20% anggaran pemerintah untuk pendidikan.
Berharap master plan sukses
Berusaha semakin meyakinkan calon investor yang menyimak pidatonya, presiden juga mengungkapan bahwa pemerintah telah selesai menyusun sebuan "visi ekonomi" yang disebut dengan istilah master plan. Jika rencana induk itu berhasil diterapkan sepenuhnya, maka pada 2025 mendatang pendapatan per kapita masyarakat akan meningkat menjadi lebih dari US$ 15.000 per tahun.
Master plan tersebut, masih menurut SBY, terdiri dari 22 macam aktivitas utama yang terintegrasi delapan program. Salah satu program satu yang paling hangat dilaksanakan adalah kebijakan yang mengharuskan seluruh bahan mineral harus diolah di dalam negeri sebelum diekspor.
Nah, agar seluruh rencana bisa terlaksana dengan baik, paling tidak pemerintah membutuhkan investasi senilai US$ 437 miliar. "Sebanyak 65% merupakan kontribusi BUMN dan swasta. Silakan tinjau master plan kami dan masuk pada bisnis yang saling menguntungkan," ajak SBY.
Ajakan presiden tersebut langsung mendapat penguatan dari Prof. Nouriel Roubini, ekonom terkemuka yang terkenal manjur dengan ramalannya soal krisis ekonomi global 2008. Menurut Roubini yang mendapat giliran bicara berikutnya, ketika negara emerging market lain mengalami perlambatan pertumbuhan, Indonesia justru mampu berakselarasi.
Oleh karena itu, menurut Roubini, Indonesia akan menjadi negara emerging market yang kuat. Apalagi ia melihat sejumlah kebijakan ekonomi berjalan baik, termasuk kebijakan Bank Indonesia yang berhasil menekan laju inflasi di tingkat yang rendah.
Akankah ajakan berinvestasi tersebut bakal bersambut? Semoga begitu, agar seruan Indonesia "menduduki" Wall Street bukan sekadar kelakar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News