Sumber: Kompas.com | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bakal mempercepat proses pelimpahan perkara dugaan pemberian keterangan palsu dengan tersangka Miryam S Haryani.
KPK akan melimpahkan berkas perkara mantan anggota Komisi II DPR itu kepada jaksa penuntut umum, agar kasusnya segera disidang.
Hal tersebut disampaikan Kepala Biro Hukum KPK Setiadi usai sidang putusan praperadilan Miryam terhadap KPK di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (23/5).
"Ya tentu akan mempercepat proses khusus untuk perkara memberikan keterangan palsu untuk tersangka Miryam. Mungkin dalam waktu dekat akan dilimpahkan," kata Setiadi.
Bukti-bukti dan saksi untuk kasus pemberian kerangan palsu Miryam menurut dia sudah cukup.
Setiadi mengatakan, berkas kasus Miryam dalam waktu dekat akan dilimpahkan.
Dia menambahkan, nantinya kasus dugaan pemberian keterangan palsu Miryam tersebut akan disidangkan di Pengadilan Tipikor.
"Ke Tipikor ya, bukan pidana umum," ujar Setiadi.
Atas perbuatannya, Miryam disangkakan melanggar Pasal 22 jo pasal 35 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Lantas berapa ancaman hukuman yang bisa diterima Miryam?
"Sekitar 12 tahun dalam Pasal 22 (UU Tipikor)," ujar Setiadi.
Hakim tunggal di sidang vonis praperadilan yang diajukan Miryam terhadap KPK, Asiadi Sembiring, sebelumnya memutuskan menolak gugatan yang diajukan Miryam.
Dalam pokok perkara, Hakim Asiadi Sembiring menolak permohonan praperadilan Miryam untuk seluruhnya.
"Menyatakan penetapan tersangka atas nama Miryam S Haryani adalah sah," kata Hakim Asiadi.
Hakim menyatakan, surat perintah penyidikan KPK nomor Sprin.Dik-28/01/04/2017 telah sah dan berdasarkan atas hukum.
Hakim membebankan biaya perkara Rp 5.000 bagi pihak Miryam.
Miryam sebelumnya melakukan gugatan praperadilan atas penetapannya sebagai tersangka oleh KPK atas dugaan pemberi keterangan palsu di sidang e-KTP. Pihak Miryam beranggapan penetapan tersangka tersebut tidak sah. (Robertus Belarminus)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News