Reporter: Yuwono Triatmodjo | Editor: Yuwono triatmojo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Prahara di tubuh Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) antara kubu Sri Untari Bisowarno dengan kubu H.A.M. Nurdin Halid masuk babak baru. Kali ini, Kuasa hukum kubu Sri Untari Bisowarno, Syamsul Huda Yudha SH MH (Yudha) dari Kantor Hukum YAR Lawfirm, menyatakan kemenangannya di tingkat banding pada Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) Jakarta.
"Pengadilan Tinggi TUN Jakarta, pada 27 April 2021 menegaskan bahwa Nurdin Halid tidak mempunyai legal standing sebagai Ketua Umum Dekopin," terang Yudha, Rabu (28/4). Hal ini menurut Yudha, merupakan putusan banding atas perkara Nomor 160/PDT.G/2020/PTUN.JKT.
Ditambahkan Yudha, lantaran ketidakabsahan legal standing tersebut, pokok perkara tidak lagi menjadi pertimbangan PT TUN Jakarta. "Dengan demikian, Nurdin Halid tidak mempunyai hak untuk mengatasnamakan diri sebagai Ketua Umum Dekopin. Sehingga keputusan PTUN No.160/PDT.G/2020/PTUN Jakarta, 12 Januari 2021 batal dengan sendirinya," tegas Yudha.
Eksepsi kubu Sri Untari yang diterima PT TUN, lanjut Yudha, menyatakan bahwa Nurdin Halid sebagai penggugat yang mendasarkan pada Anggaran Dasar (AD) Dekopin hasil Musyawarah Nasional 11-14 November 2019 di Hotel Claro Makassar adalah tidak sah secara hukum. Hal ini karena perubahan AD Dekopin Munas Makassar yang dijadikan rujukan Nurdin Halid, belum disahkan pemerintah sebagai lembaga yang berwenang.
Baca Juga: Soal Dekopin, Kemenkop UKM pastikan tidak berpihak
Padahal, tegas Yudha, pasal 59 UU No.25/1992 tentang Perkoperasian menyebut secara tegas bahwa AD Dekopin harus disahkan pemerintah. Karena itu, dalam eksepsi Dekopin kubu Sri Untari menyatakan, segala keputusan yang mendasarkan dan merujuk pada AD hasil Munas Dekopin Makassar 11-14 November 2019, tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat termasuk pengangkatan Nurdin Halid sebagai Ketua Umum Dekopin.
Eksepsi Dekopin kubu Sri Untari juga menegaskan Nurdin Halid melanggar pasal 19 AD Dekopin yang disahkan oleh Keppres No.06/2011. Pasal itu menyatakan bahwa masa jabatan pimpinan Dekopin adalah lima tahun (ayat 1) dan masa jabatan Pimpinan Dekopin paling lama dua kali berturut-turut (ayat 3).
Sebagai catatan, Nurdin Halid telah menjabat Ketua Umum Kadin dua periode berturut-turut, yakni periode 2009-2014 dan 2014-2019. Munas Dekopin di Makassar pada tanggal 11-14 November 2019 mengubah AD Dekopin versi Keppres No.06/2011. Akibatnya, Nurdin Hadil kemudian terpilih menjadi Ketua Umum, untuk ketiga kalinya.
Kisruh ini menyebabkan Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-Undangan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) RI memberikan pendapat hukum Nomor: PPE.PP.06.03-1017 tanggal 2 Juli 2020.
Isinya menyebutkan bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan, pembentukan Organisasi Dekopin harus disahkan oleh pemerintah. Selain itu, perubahan AD Dekopin yang sesuai dengan Undang-Undang No.25/1992 tentang Perkoperasian harus disahkan oleh Pemerintah.
Atas pendapat hukum Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-Undangan Kemenkumham tersebut, kubu Nurdin Halid melayangkan gugatan No. 160/G/2020/PTUN.JKT. Gugatan tersebut di putus pada 12 Januari 2021 yang isinya memenangkan kubu Nurdin Halid.
Pengadilan Negeri TUN Jakarta menyatakan tidak sah Surat Dirjen Peraturan Perundang-Undangan Kemenkumham RI Nomor PPE.PP.06.03-1017 tanggal 2 Juli 2020 tentang Pendapat Hukum yang ditujukan kepada Ketua Umum Dekopin.
Bantahan Kubu Nurdin Halid
Menanggapi pernyataan kemenangan kubu Sri Untari, Wakil Ketua Umum Dekopin kubu Nurdin Halid, Agung Sudjatmoko menyatakan PT TUN Jakarta tidak mengeluarkan keputusan apapun tentang Dekopin. "Hasil Munas yg di selenggarakan tanggal 11-14 Juli 2019 yang memilih H.A.M. Nurdin Halid sebagai Ketua Umum, sah dan berlaku," ujarnya.
Agung menandaskan, klaim bahwa Sri Untari Ketua Umum Dekopin itu pemutarbalikan fakta. "Dengan demikian Saya berharap teman-teman Dekopin, Dekopinwil dan Dekopinda tidak usah bimbang karena berita tersebut tidak benar," tukas Agung, Kamis (29/4).
Agung berharap pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota tidak usah memperhatikan atau bekerjasama dengan mereka (Dekopin kubu Sri Untari) karena merupakan kelompok ilegal tanpa melalui Munas yang sah.
Agung menegaskan, tidak ada dalam sejarah Dekopin orang menjadi ketua umum tanpa melalui Munas. "Ini jelas langkah orang yang tidak paham dengan anggaran dasar/anggaran rumah tangga Dekopin," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News