kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45891,58   -16,96   -1.87%
  • EMAS1.358.000 -0,37%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Prabowo: Kalau tak curang, politik dinasti wajar


Kamis, 17 Oktober 2013 / 14:41 WIB
Prabowo: Kalau tak curang, politik dinasti wajar
ILUSTRASI. Pejalan kaki melintas dekat logo Bank Indonesia (BI) di Jakarta, Selasa (24/7). KONTAN/Cheppy A. Muchlis/24/07/2018


Reporter: Barratut Taqiyyah | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Fenomena politik dinasti di kancah perpolitikan nasional tengah menuai sorotan. Politik dinasti ditengarai memperlebar peluang terjadinya korupsi, kolusi, dan nepotisme. Akan tetapi, Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto berpandangan politik dinasti tidak selalu salah.

Seusai memberi sambutan dalam sebuah diskusi tentang perdagangan manusia, di Gedung Nusantara V, Kompleks Gedung Parlemen, Jakarta, Prabowo mengatakan, politik dinasti tidak otomatis menjadi negatif saat terjadi secara kebetulan. Terlebih, jika pemimpin yang terpilih memang benar-benar memiliki kapasitas dan jauh dari niat untuk melanggengkan kekuasaan keluarga besarnya.

"Politik dinasti kalau tidak dengan cara curang atau rekayasa, kalau memang kebetulan ada hubungan keluarga tetapi dia patriot dan potensial memimpin, saya kira tidak negatif," kata Prabowo, Kamis (17/10/2013).

Sebaliknya, lanjut Prabowo, ketika dinasti politik itu dibangun dengan rekayasa dan kecurangan, ia dengan tegas menolaknya. Bagi Prabowo, dinasti politik yang dibangun pihak tertentu dengan cara-cara curang atau niat untuk memperkaya keluarga sangat layak untuk ditolak.

"Kita butuh pemimpin terbaik dari mana saja. Tetapi kalau itu dilakukan curang, rekayasa, dan untuk memperkaya keluarga, itu yang negatif," ujarnya.

Politik dinasti kembali mencuat ketika adik Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah, yakni Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan, ditangkap KPK. Tubagus menjadi tersangka kasus dugaan suap pengurusan sengketa pemilihan kepala daerah di Lebak, Banten.

Untuk mencegah politik dinasti, dalam Pasal 12 Huruf (p) RUU Pilkada yang disusun pemerintah disebutkan, calon gubernur tidak boleh memiliki ikatan perkawinan, garis keturunan lurus ke atas, ke bawah, dan ke samping dengan gubernur, kecuali ada selang waktu minimal satu tahun. Sementara itu, dalam Pasal 70 Huruf (p) disebutkan, calon bupati tidak mempunyai ikatan perkawinan, garis keturunan lurus ke atas, ke bawah, dan ke samping dengan gubernur dan bupati/wali kota, kecuali ada selang waktu minimal satu masa jabatan.

Menyikapi fenomena dinasti politik yang kembali menjadi sorotan, Komisi II DPR RI tengah merumuskan aturan main yang jelas terkait politik dinasti tersebut. Aturan main akan diperketat agar calon petahana tak seenaknya mengusungkan calon. Namun, di sisi lain, juga perlu ada landasan kuat agar tak terjadi pelanggaran pada hak konstitusi dan tak mudah kalah saat digugat ke MK. (Indra Akuntono/Kompas.com)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×