kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45915,95   -19,57   -2.09%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

PPATK siap tindaklanjuti MLA Indonesia-Swiss


Kamis, 22 Oktober 2020 / 07:51 WIB
PPATK siap tindaklanjuti MLA Indonesia-Swiss
ILUSTRASI. Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang baru Dian Ediana Rae. ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/Pool/aww.


Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah telah mengundangkan UU nomor 5 tahun 2020 tentang Pengesahan Perjanjian tentang Bantuan Hukum Timbal Balik dalam Masalah Pidana antara Republik Indonesia dan Konfederasi Swiss (Treaty on Mutual Legal Assistance in Criminal Matters Between the Republic of Indonesia and the Swiss Confederation) pada 6 Agustus 2020.

Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Dian Ediana Rae mengatakan, PPATK menyambut baik Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 tahun 2020 tentang Pengesahan Perjanjian tentang Bantuan Hukum Timbal Balik dalam Masalah Pidana antara Republik Indonesia dan Konfederasi Swiss (Treaty on Mutual Legal Assistance in Criminal Matters Between the Republic of Indonesia and the Swiss Confederation).

Dian menyebut, sebagai lembaga inteligen keuangan, ratifikasi perjanjian tersebut akan memperkuat peran PPATK dalam melakukan asset tracing dalam rangka asset recovery atau pengembalian aset hasil kejahatan khususnya terhadap aset hasil kejahatan yang berada di Swiss. 

Kerjasama pertukaran informasi antara PPATK dengan Swiss FIU (MROS) akan dapat ditindaklanjuti oleh otoritas atau aparat penegak hukum di Swiss. Yakni dengan melakukan pemblokiran/pembekuan dan pengembalian aset berdasarkan MLA Request diajukan sesuai Treaty MLA yang sudah diratifikasi dan memiliki kekuatan hukum mengikat untuk dipenuhi baik oleh Indonesia maupun Swiss.

Baca Juga: Tindaklanjuti MLA Indonesia-Swiss, pemerintah diminta lakukan dua hal ini

"Sebagai langkah awal, PPATK akan menjalin komunikasi khusus dengan FIU Swiss (MROS) untuk membahas langkah-langkah strategis terkait pertukaran informasi yang sudah dilakukan untuk dapat ditindaklanjuti dengan request MLA berdasarkan treaty MLA yang sudah di ratifikasi tersebut," kata Dian kepada Kontan.co.id, Kamis (22/10).

Disamping itu, PPATK juga akan berkoordinasi dengan aparat penegak hukum (Polri, Kejaksaan Agung, KPK, BNN) serta Kementerian Hukum dan HAM sebagai central authority untuk kerjasama MLA. 

Guna merumuskan bersama langkah-langkah strategis yang akan dilakukan ke depan dalam memanfaatkan MLA Treaty secara optimal melalui mekanisme dan prosedur yang telah disepakati dan diratifikasi oleh kedua negara.

Dian menerangkan, MLA itu berdampak positif bagi Indonesia. Mengingat Swiss adalah salah satu negara yang mengedepankan kerahasiaan bank dan simpanan nasabah baik warga negara asing maupun warga negara swiss sendiri. 

Maka penerobosan kerahasiaan perbankan yang dilakukan melalui pertukaran informasi antar FIU (PPATK dan MROS) dapat ditindaklanjuti dengan pengajuan MLA Request untuk meminta pemblokiran/pembekuan, perampasan dan pengembalian aset berdasarkan MLA Treaty yang telah disepakati dan diratifikasi oleh kedua negara.

Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi III DPR Sahroni menyebut MLA Indonesia-Swiss sangat strategis. Apalagi Swiss sudah memiliki teknologi canggih dalam pertukaran data dan informasi. Perjanjian MLA ini dapat digunakan untuk memerangi kejahatan di bidang perpajakan (tax fraud) sebagai upaya Pemerintah Indonesia untuk memastikan warga negara atau badan hukum Indonesia mematuhi peraturan perpajakan Indonesia, dan tidak melakukan kejahatan penggelapan pajak atau kejahatan perpajakan lainnya.

Sahroni mengatakan, Indonesia berkewajiban untuk menjamin penegakan hukum dan melakukan kerjasama dengan negara lain. Pemerintah RI melalui Menkumham telah menandatangani perjanjian bantuan hukum timbal balik dalam masalah pidana (mutual legal assistence) antara Indonesia dengan Konfederasi Swiss pada Februari 2019 lalu.

Sahroni menyebutkan, hal-hal yang diatur dalam MLA itu antara lain mengatur bantuan hukum mengenai pelacakan, pembekuan, membantu menghadirkan saksi, meminta dokumen, rekaman dan bukti. Selain itu juga mengatur terkait penanganan benda dan aset untuk tujuan penyitaan atau pengambilan aset, penyediaan informasi yang berkaitan dengan tindak pidana, mencari keberadaan seseorang dan asetnya, mencari lokasi dan data diri seseorang serta asetnya. Termasuk memeriksa situs internet yang berkaitan dengan orang tersebut.

Baca Juga: Ini kata KPK soal mutual legal assistance (MLA) antara Indonesia-Swiss

"Serta menyediakan bantuan lain sesuai perjanjian yang tidak berlawanan dengan hukum dinegera yang diminta bantuan," ucap dia.

Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly mengatakan, kemajuan teknologi informasi membuat perpindahan dana dan/atau aset dari suatu negara ke negara lainnya. Selain berdampak positif, hal ini juga berdampak negatif dengan timbulnya tindak pidana yang melewati batas yurisdiksi suatu negara atau tindak pidana transnasional.

Yasonna menyebutkan, penyelesaian kasus tindak pidana transnasional bukan hal mudah. Hal ini berbeda dengan penanganan kasus tindak pidana dalam teritorial negara.

Ia mengatakan, pencegahan dan pemberantasan tindak pidana transnasional memerlukan kerjasama bilateral dan multirateral. Khususnya di bidang penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di sidang pengadilan, dan pelaksanaan putusan pengadilan.

"Menyadari hal tersebut, pemerintah Indonesia dan Pemerintah Konfederasi Swiss sepakat mengadakan kerjasama bantuan hukum timbal balik dalam masalah pidana yang telah ditandatangani pada 8 Februari 2019 di Bern Swiss," ucap dia.

Yasonna mengatakan, perjanjian Bantuan Hukum Timbal Balik dalam Masalah Pidana antara Indonesia dan Swiss memberikan dasar hukum bagi kedua negara untuk dapat melaksanakan bantuan hukum dalam tahap penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di sidang pengadilan. Serta pelaksanaan putusan pengadilan yang antara lain penelusuran, pemblokiran, pembekuan, penyitaan dan perampasan hasil-hasil dan sarana-sarana tindak pidana.

Ia menyebutkan, setelah ditandatanganinya perjanjian antara Indonesia-Swiss tentang Bantuan Hukum Timbal Balik dalam Masalah Pidana, baik pemerintah Indonesia dan pemerintah Swiss perlu melakukan ratifikasi untuk pemberlakuan perjanjian tersebut bagi kedua belah pihak sebagaimana tertuang dalam Perjanjian Bantuan Hukum Timbal Balik dalam Masalah Pidana antara Indonesia dan Swiss.

"Pengesahan perjanjian atau ratifikasi tersebut dilakukan guna memenuhi ketentuan pasal 10 UU nomor 24 tahun 2000 tentang perjanjian internasional," ucap Yasonna.

Selanjutnya: Donald Trump kurang dipercaya di negara-negara maju dibanding Xi Jinping

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×