Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Lobi-lobi antara pemerintah dan PT Freeport Indonesia hingga kini belum mencapai titik temu. Pemerintah melalui Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea dan Cukai menghitung potensi penerimaan negara yang hilang dari Freeport mencapai Rp 100 miliar per bulan.
Dirjen Bea dan Cukai Heru Pambudi mengatakan, kontribusi penerimaan bea keluar dari Freeport pada tahun lalu mencapai Rp 1,23 triliun. Dengan asumsi kuota ekspor pada tahun ini sama dengan tahun lalu, maka potensi penerimaan bea keluar dari perusahaan asal negeri Paman Sam tersebut mencapai Rp 100 miliar setiap bulannya.
"Dilihat tahun kemarin dari Freeport Rp 1,23 triliun. Asumsinya rata-rata sebulan sekitar Rp 100 miliar. Bisa dihitung secara sederhana, kalau misalnya ada keputusan bulan ini atau berikutnya, bisa dihitung dengan asumsi tarif dan kuota tahun kemarin. Nggak jauh berbeda dengan angka tahun lalu," kata Heru di kantornya, Selasa (21/1).
Hingga saat ini, Kemkeu belum juga menyetujui mekanisme Kontrak Karya (KK) atau pajak tetap (nail down) yang diinginkan Freeport. Padahal seharusnya, pajak yang dibayarkan Freeport berubah menjadi dari waktu ke waktu (prevailing) sesuai dengan perubahan menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Keingian Freeport tersebut menjadikan potensi penerimaan bea keluar berkurang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News