kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.914   16,00   0,10%
  • IDX 7.199   58,54   0,82%
  • KOMPAS100 1.106   11,37   1,04%
  • LQ45 878   11,64   1,34%
  • ISSI 221   1,06   0,48%
  • IDX30 449   6,23   1,41%
  • IDXHIDIV20 540   5,82   1,09%
  • IDX80 127   1,42   1,13%
  • IDXV30 134   0,44   0,33%
  • IDXQ30 149   1,71   1,16%

Politik dinasti harus dilarang dalam RUU Pilkada


Kamis, 17 Oktober 2013 / 09:44 WIB
Politik dinasti harus dilarang dalam RUU Pilkada
ILUSTRASI. Presiden AS Joe Biden. REUTERS/Evelyn Hockstein


Reporter: Dikky Setiawan | Editor: Dikky Setiawan

JAKARTA. Praktik politik dinasti harus ditolak, bahkan disebutkan pelarangannya dalam undang-undang. Menurut Ketua DPP PKB Marwan Ja'far, di Jakarta, Kamis (17/10/2013), politik dinasti sangat tidak sehat jika diterapkan di Indonesia.

Oleh karena itu, Marwan menuturkan, Fraksi PKB menolak adanya politik dinasti dan mendukung adanya klausul yang mengatur tentang larangan politik dinasti dalam RUU Pilkada. Rancangan undang-undang ini masih dibahas panitia kerja (Panja) DPR RI.

Ada beberapa alasan yang disampaikannya soal perlunya larangan politik dinasti itu.

Pertama, politik dinasti dianggap sangat tidak baik bagi penyegaran demokrasi dan tidak baik pula untuk regenerasi politik. Meritokrasi politik akan mengalami hambatan karena mengesampingkan hak politik orang lain atau kader tertentu yang lebih layak dan berprestasi dengan mendahulukan keluarga besar untuk menduduki jabatan atau dicalonkan untuk menduduki jabatan tertentu.

Kedua, dinasti politik akan menumbuhkan oligarki politik serta tidak sehat bagi upaya regenerasi kepemimpinan politik. Pergantian kekuasaan hanya akan diberikan kepada anggota keluarga dan menyingkirkan orang lain, tanpa melalui proses yang adil dan bijaksana.

Ketiga, politik dinasti akan berdampak buruk bagi akuntabilitas birokrasi dan pemerintahan karena cenderung serakah dan tak jarang pula melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme.

"Pemerintahan lebih berorientasi mencari keuntungan untuk keluarga, bukan demi kemaslahatan dan kesejahteraan rakyat," ujar Marwan.

Keempat, perlunya politik dinasti dilarang adalah rusaknya rencana besar reformasi birokrasi. Ia berharap agar birokrasi tidak menjadi korban keserakahan demi membangun politik dinasti yang tidak sehat. Birokrasi yang tidak reformatif akan berdampak pada munculnya budaya nepotisme.

Kelima, dinasti politik cenderung menyalahgunakan kekuasaan.

"Siapa yang mempunyai fasilitas lebih banyak, uang lebih banyak, kekuatan dan pengaruh politik keluarga, itulah yang akan memenangkan pertarungan politik, baik perebutan eksekutif di daerah (pemilukada), pemilu legislatif, dan lain-lain," kata Marwan.

Hal lainnya yang membuat politik dinasti perlu dilarang ialah adanya praktik politik yang tidak sehat. Alasan keenam ini, kata Marwan, terlihat dari sikap saling menyalahkan tindakan membangun politik dinasti oleh partai politik tertentu, dan dalam waktu yang hampir bersamaan terjadi saling membantah politik dinasti yang dilakukan oleh partai tertentu pula.

Dengan demikian, akan terjadi saling menjatuhkan yang berakibat pada rusaknya budaya politik santun yang dimiliki bangsa ini. 

Politik dinasti belakangan menjadi ramai diperbincangkan setelah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berkomentar terkait kasus suap Ketua MK Akil Mochtar yang melibatkan keluarga Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah. 

Publik pun menyoroti politik dinasti tidak hanya lingkup keluarga Ratu Atut Chosiyah yang menjabat di berbagai posisi di wilayah Banten, tetapi juga keluarga Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sendiri. (Sabrina Asril/Kompas.com)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×