kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.199   95,00   0,58%
  • IDX 6.984   6,63   0,09%
  • KOMPAS100 1.040   -1,32   -0,13%
  • LQ45 817   -1,41   -0,17%
  • ISSI 212   -0,19   -0,09%
  • IDX30 416   -1,10   -0,26%
  • IDXHIDIV20 502   -1,67   -0,33%
  • IDX80 119   -0,13   -0,11%
  • IDXV30 124   -0,51   -0,41%
  • IDXQ30 139   -0,27   -0,19%

Plus Pajak Hiburan, Pengusaha Hiburan Bisa Bayar Pajak 90% ke Kas Negara


Sabtu, 20 Januari 2024 / 15:08 WIB
Plus Pajak Hiburan, Pengusaha Hiburan Bisa Bayar Pajak 90% ke Kas Negara
ILUSTRASI. Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) menilai tarif pajak hiburan sebesar 40%-75% akan menambah beban usaha.


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Beban pengusaha hiburan bertambah setelah pemerintah menaikkan tarif pajak hiburan menjadi sebesar 40% hingga 75%.

Pengusaha hiburan pun protes dengan kenaikan pajak hiburan ini. Sebab, pajak yang telah mereka bayarkan selama ini sudah cukup besar.

Pengusaha hiburan buka-bukaan terkait besaran pajak yang selama ini harus mereka bayarkan ke kas negara. Belum lagi, pengenaan pajak hiburan yang ditetapkan sebesar 40% hingga maksimal 75% ini akan membuat dunia usaha hiburan tidak memperoleh keuntungan.

Ketua Bidang Pelatihan dan Pendidikan Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Alexander Nayoan menilai tarif pajak hiburan sebesar 40%-75% akan menambah beban usaha. Pasalnya, selama ini pengusaha hiburan harus menyetorkan pajak yang cukup besar ke kantong negara.

Berdasarkan perhitungannya, pajak yang dibayarkan bisa mencapai 90% jika pengenaan pajak hiburan 40% tetap diberlakukan. Ini terdiri dari berbagai macam pajak, seperti pajak penghasilan (PPh) badan, PPh karyawan ditanggung perusahaan, pajak royalti, pajak natura hingga pajak lainnya.

"Kalau pasang lagu bayar pajak lagi. Jadi mereka (pengusaha hiburan) harus bayar pajak lagi untuk karyawan. Sekarang ada peraturan pajak lagi kalau karyawannya terima benefit makan, makanannya itu kena pajak lagi mulai sekarang. Itu ada yang menghitung, kalau 40% uang yang dibayar ke pajak itu sekitar 90%," ujar Alexander dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (18/1).

Baca Juga: Luhut Ungkap Pemerintah Akan Tunda Penerapan Pajak Hiburan 40%-75%

Ia tidak bisa membayangkan apabila pajak hiburan yang dikenakan sebesar 50% hingga 60%, maka bisa saja pengusaha hiburan tidak memperoleh keuntungan maupun harus nombok untuk hanya membayar pajak.

"Kalau pajaknya jadi 60%? Nombok kita. (Masak) Kita sudah kerja keras cuma bayarin pajak untuk perusahaan, kita nombok ke perusahaan," katanya.

"Saya melihatnya di bidang perhotelan di bidang spa. Jadi kira-kira menguntungkan enggak kalau saya melanjutkan usaha saya? tidak," tandas Alexander lagi.

Alexander khawatir, apabila kebijakan tersebut tetap diterapkan, maka bisa membuat pelaku usaha menutup usahanya dan berdampak pula kepada pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap karyawannya.

"Kalau saya tutup toko, berapa pegawai yang harus saya rumahkan. Saya tidak akan kasih (pesangon) karena saya sudah bangkrut duluan," imbuhnya.

Baca Juga: Hotman Paris dan Inul Daratista Protes Pajak Hiburan 40%-75%, Begini Respons Kemenkeu

Sementara itu, Ketua Wellness Healthcare Entrepreneur Association (WHEA) Agnes Lourda Hutagulung menambahkan, selain pengusaha harus membayar pajak ke kas negara, mereka juga harus membayarkan beberapa pungutan lainnya kepada beberapa oknum.

Maka itu, ia meminta pemerintah untuk mengenakan pajak 0% terhadap pengusaha spa lantaran bukan termasuk kategori hiburan dan juga membantu pemerintah dalam menekan biaya BPJS Kesehatan.

"Pajak sebaiknya 0%, ada space UU-nya untuk itu. Kenapa 0%, karena etna prana atau welness tourism kegiatan promotion prevention, ini membantu pemerintah di bidang BPJS. Pemerintah tidak sanggup bayar BJPS kalau semua sakit," kata Agnes.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×