Reporter: Ferrika Sari | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kamis (22/10), Pengadilan Tipikor Jakarta kembali menggelar sidang kasus korupsi Asuransi Jiwasraya yang beragendakan pembacaan pledoi atau pembelaan dari dua terdakwa yakni Direktur Utama PT Hanson International Tbk (MYRX) Benny Tjokrosaputro dan Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Tbk (TRAM) Heru Hidayat.
Kuasa Hukum Benny Tjokro, Bob Hasan mengatakan, dalam pembacaan pledoi akan membuka selebar-lebarnya misteri kasus Jiwasraya yang belum diungkap oleh Jaksa Penuntut Umum dalam persidangan.
"Kami akan membuka tabir kerugian negara dan penyebab sesungguhnya. Apa saja yang ditransaksikan dalam saham-saham tersebut sesungguhnya tidak dibuka dalam pemeriksaan perkara," kata Bob Hasan, Senin (19/10).
Selain itu, adanya pembatasan pemeriksaan terhadap para perusahaan emiten, yang jumlahnya mencapai 124 saham. Namun, kejaksaan tidak pernah memeriksa ratusan emiten tersebut, sehingga tidak mengetahui bagaimana transaksi sebenarnya.
Baca Juga: Perlawanan Benny Tjokro, Terdakwa Kasus Korupsi Asuransi Jiwasraya dari Balik Jeruji
"Yang jelas sudah terlihat, bahwa perkara ini penting dan besar tapi tidak diungkap seluas-luasnya sehingga tampak betul ada kelemahan atas misteri kerugian Jiwasraya yang tidak diungkap sesuai hukum," jelasnya.
Ia mempertanyakan kepada hanya emiten milik Benny Tjokro saja yang diperiksa oleh Kejaksaan. Faktanya, tidak ada bukti yang menyatakan saham BTEK, RODA, RIMO milik Benny Tjokro pada saham Jiwasraya. Sebaliknya, jaksa menyatakan itu ada di persidangan.
“Kedua, jaksa dalam persidangan tidak melakukan pemeriksaan secara professional karena kotemparti yang ada itu bukan sebatas mengenai manajemen investasi, broker, Jiwasraya atau tentang siapa yang mengendalikan. Namun barang yang dijual belikan adalah saham,” papar Bob.
“Bagaimana caranya, jaksa mengetahui bentuk transaksi apa yang dilakukan. Jaksa hanya menilai sebatas penyimpangan yakni dibelinya saham yang tidak likuid dan tidak bluechip maupun yang tidak masuk LQ45 atau yang tidak melalui kajian,” lanjut Bob.
“Lalu Jaksa tidak memeriksa bentuk transaksi secara maksimal sehingga Jaksa tidak bisa menghitung secara spesifikasi kerugian negara. Jadi Benny Tjokro itu tinggal dibagi dua saja dengan Heru Hidayat,” imbuhnya.
Ia juga melihat jaksa mengaitkan Benny Tjokro dengan manajemen investasi Jiwasraya. Kemudian menyimpulkan bahwa kliennya sebagai pemilik saham dengan emiten RODA, BTEK, dan RIMO.
Seperti diketahui, Jaksa Penuntut Umum menuntut terdakwa kasus korupsi Jiwasraya (Persero) penjara seumur hidup. Bahkan Jaksa juga menuntut Benny Tjokro dengan denda Rp 5 miliar subsider 1 tahun penjara dan ganti rugi senilai Rp 6,078 triliun.
Jika dalam waktu 1 bulan sejak putusan berkekuatan hukum tetap Benny Tjokro tidak membayar uang ganti, maka seluruh harta benda yang bersangkutan akan disita dan dirampas oleh negara.
Hal-hal yang memberatkan terdakwa, menurut Jaksa setidaknya ada tiga hal. Pertama, terdakwa tidak mendukung pemberantasan tindak korupsi. Kedua, perbuatan terdakwa bersama terdakwa yang lain membawa kerugian yang besar bagi negara.
Ketiga, terdakwa Benny Tjokro tidak mengakui perbuatannya. Di sisi lain, Jaksa menyatakan tidak ada hal yang meringankan terdakwa.
Selanjutnya: Kuasa hukum Bentjok: Kami akan buka misteri kasus Jiwasraya di persidangan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News