kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.343.000 -0,81%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

PKS ungkap empat alasan konsisten dorong revisi UU Pemilu


Minggu, 14 Maret 2021 / 20:53 WIB
PKS ungkap empat alasan konsisten dorong revisi UU Pemilu
ILUSTRASI. Logistik pemilu


Reporter: Ratih Waseso | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Revisi Undang-Undang (UU) Pemilu diputuskan keluar dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas pada tahun 2021. Ketua Departemen Politik Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Nabil Ahmad Fauzi menyebut sampai saat ini pihaknya masih dengan keputusan yang sama, yaitu mendorong adanya revisi UU tersebut.

Nabil menyampaikan terdapat empat alasan PKS masih bertahan mendorong adanya revisi UU Pemilu. "Sikap PKS sampai dengan sampai dengan terakhir keputusan prolegnas 2021, PKS tetap mendorong atau meminta revisi undang-undang pemilu ini," kata Nabil salam diskusi daring pada Sabtu (13/3).

Baca Juga: Dikeluarkan dari prolegnas, pemerintah disebut tak setujui revisi UU Pemilu

Pandangan pertama ialah, terkait dengan faktor teknis. PKS memandang seharusnya pemerintah dapat berkaca dari pelaksanaan Pemilu pada 2019 lalu. Maka faktor teknis dan kerumitan akan jadi pekerjaan rumah yang besar bagi Indonesia.

"Ini kan jadi catatan bahwa faktor kesiapan dan kerumitan teknis pelaksanaan itu menjadi PR besar bagi kira. Kalau tadi tantangan datang pada penyelenggara untuk bagaimana merapikan dan mempersiapkan kembali dengan persiapan yang matang," jelasnya.

Maka Nabil menyebut persiapan perlu dibuat tahapan yang jelas secara komprehensif dengan simulasi yang bertahap. Catatan pertama yang ditekankan PKS ialah memperhatikan faktor kesiapan dan kerumitan teknis pelaksanaan pemilu serentak.

Kedua, PKS melihat Pilkada merupakan hak rakyat secara filosofis untuk memilih pemimpin daerah. Maka diperlukan basis legitimasi, di mana Nabil menyebut, dalam situasi pandemi diperlukan kepemimpinan yang kukuh secara legitimasi, berbasis dari election bukan selection.

Ketiga, terkait potensi terhambatnya proses akselerasi pembangunan karena adanya pengangkatan Pejabat (Pj) Kepala Daerah selama kurang lebih dua tahun sebelum pemilu serentak. Diketahui bahwa ada beberapa daerah yang periode jabatan pemimpinnya habis pada tahun 2022 atau 2023.

Jika pemilu serentak dilakukan pada 2024, maka sebagai pengganti kepala daerah yang habis masa jabatannya sebelum proses Pilkada dimulai, pemerintah akan menunjuk birokrat sebagai penggantinya.

"Ini catatan utamanya selain daripada faktor legitimasi tetapi pada faktor jalannya pemerintahan. Mungkin secara teknis administrasi pemerintahan birokrat eselon satu di Kemendagri, mungkin beberapa sudah ada yang punya pengalaman kerja Pj, kemudian secara kesiapan pengalaman pemerintahan itu sudah siap. Tetapi catatan penting yaitu adalah terkait kerja kepala daerah itu juga terkait dengan kerja politik. bagaimana penganggaran kebijakan penganggaran dengan DPRD," jelasnya.

Baca Juga: DPR targetkan revisi Undang-Undang tentang penanggulangan bencana rampung tahun ini

Nabil melanjutkan, terkait kerja penganggaran memerlukan kepala daerah yang memiliki basis legitimasi. Sedangkan Pj Kepala Daerah dinilai hanya dengan basis administrasi saja.

Terakhir, PKS menilai jika Pilkada dipisahkan dengan pemilu serentak 2024 akan membantu dalam pemulihan ekonomi. Ia memberi contoh adanya Pilkada pada 2020 lalu dengan anggaran Rp 20 triliun menurut Menteri Dalam Negeri dapat mendorong ekonomi.

"Itu Mendagri itu bisa mengatakan bahwa justru pentingnya Pilkada itu salah satunya untuk mendorong perekonomian, kenapa logika itu ngga kita pakai? Kita perlu di 2022-2023 untuk menghantarkan kita sampai diperforma ekonomi," jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×