Reporter: Ratih Waseso | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Terkait tak jadi adanya revisi UU Pemilu Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi Golkar Zulfikar Arse Sadikin menyebut, lantaran tidak adanya persetujuan dari Pemerintah akan pembahasan revisi dari undang-undang tersebut.
Zulfikar menjelaskan dalam pembentukan undang-undang (UU) diperlukan dua unsur yaitu Pemerintah dan DPR itu sendiri. Jika salah satunya tidak menyetujui maka tidak dapat berlangsung proses revisi yang diajukan.
"Pembentuk UU ada dua DPR lalu pemerintah ketika salah satu dari pembentuk undang-undang itu tidak bersetuju untuk melanjutkan proses revisi ini tentu kita berpikir. Karena salah satu nggak setuju nggak mungkin DPR salah satu pihak pembentuk ngotot," jelas Zulfikar dikutip dalam Diskusi Daring, pada Sabtu (13/3).
Baca Juga: Kemendagri: Tahapan Pemilu 2024 dimulai pertengahan tahun depan
Namun, Zulfikar mengakui bahwa adanya rencana revisi memang menjadi inisiatif dari DPR terutama Komisi II. Lebih lanjut, Ia menyampaikan keputusan Pemerintah yang tak ingin melanjutkan revisi UU Pemilu lantaran, Undang-Undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu dan UU nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada, belum dilaksanakan.
Pihaknya menghormati apa yang sudah menjadi sikap dari Pemerintah mengenai batalnya revisi UU Pemilu. Hanya saja Zulfikar mengatakan, perlu adanya penjelasan yang memperdalam dari Pemerintah.
"Satu sisi masuk akal, tapi menurut saya harus diperdalam penjelasan. Karena banyak hal perlu diperbaiki pemilu itu tahapan yaitu harus dilakukan melalui perubahan undang-undang tidak bisa hanya pernomaan melalui peraturan KPU atau Bawaslu, ini pemerintah bisa ngga menjelaskan ini kecuali ada kesehapahaman di antara kita bahwa nanti PKPU itu bisa melampaui pernomaan dalam undang-undang demi perbaikan kualitas pemilu," ungkapnya.
Namun kembali Zulfikar menegaskan bahwa, pembentukan UU tak dapat dilakukan oleh pihaknya sendiri. "Bukan posisi DPR tawar [atau] lemah tapi kalau pemerintah nggak mau bales terus gimana?," kata Zulfikar.