kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

PKB tolak regulasi yang mematikan industri hasil tembakau


Senin, 26 Oktober 2020 / 17:35 WIB
PKB tolak regulasi yang mematikan industri hasil tembakau
ILUSTRASI. Sejumlah pekerja melakukan pelintingan rokok di Kudus, Jawa Tengah, Kamis (22/10/2020). ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho/foc.


Reporter: Tendi Mahadi | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) menolak semua regulasi yang memusuhi dan mematikan kelangsungan Industri Hasil Tembakau (IHT), menyusul rencana pemerintah untuk kembali menaikkan cukai rokok tahun depan. Sekretaris Jenderal PKB, Hasanuddin Wahid menegaskan, IHT adalah warisan hasil kebudayaan nasional yang harus dilindungi dan dikembangkan agar memberikan kontribusi yang maksimal bagi bangsa dan negara. 

“Jadi segala bentuk aturan yang merugikan IHT, termasuk di dalamnya para petani, harus segera dihentikan, bukan malah dicari celahnya seperti mengambil pajak atau penerapan cukai yang tinggi. Ini berkaitan erat dengan para petani yang ada di desa-desa dan itu sebagian besar warga PKB,” kata Hasanuddin dalam keterangan resmi, Senin (26/10).

Dia menambahkan, PMK No 77/2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2020-2024 sangat mengancam IHT. Pasalnya, aturan itu mengatur simplifikasi dan kenaikan cukai yang tinggi. 

Baca Juga: AMTI minta pemerintah perhatikan kesejahteraan petani tembakau dan cengkih

Menurut Hasanuddin, kebijakan simplifikasi dan kenaikan tarif cukai dampaknya serapan produk tembakau rendah dan mengancam eksistensi pabrik rokok. Juga tenaga kerja, petani, dan buruh rokok kena dampaknya. “Dampaknya akan sangat panjang, bahkan termasuk para pengecer dan yang lainnya,” tuturnya. 

"Masalah kesehatan nasional tidak hanya disebabkan rokok, ada banyak faktor yang memengaruhi seperti lingkungan, buruknya sanitasi, dan polusi udara dari kendaraan maupun pabrik," lanjut dia. 

Menurut dia, dengan kebijakan 10 layer (penarikan cukai rokok) seperti saat ini, sudah cukup baik. Karena mampu mewadahi berbagai kelas pabrikan rokok dari yang besar, menengah, dan kecil. Dia melanjutkan, produsen kecil dan pabrikan kretek yang notabene warisan nusantara tak akan bertahan jika dihadapkan dengan produsen besar. 

Ketimbang terus mengobok-obok IHT, Hasanuddin meminta pemerintah mereformasi fiskal di sektor lain. “Jika alasannya menutup kekurangan APBN, pemerintah bisa menarik pajak yang lebih tinggi dari sektor lain,” tegasnya. 

Baca Juga: APTI: CHT naik, serapan tembakau ke petani rendah

Sementara itu, anggota Komisi IV DPR-RI, Luluk Nur Hamidah menegaskan, pemerintah harus melindungi IHT dan para petani tembakau. Menurutnya, pemerintah harus berani tegas menolak aksesi Framework Convention on Tobacco Control (FTTC) yang coba diterapkan secara ketat di Indonesia.

Dalam klausul FTTC, kata Luluk, tembakau diindikasikan sebagai komoditas negatif karena mengakibatkan kecanduan (adiktif). "Hal ini tidak adil karena keputusan ini dilakukan tanpa adanya riset dan pengembangan penelitian terlebih dahulu," tegasnya. 

Selanjutnya: Serikat buruh dan petani tembakau desak Jokowi tak menaikkan cukai rokok

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×