Reporter: Agus Triyono, Fahriyadi | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Rencana pemerintah untuk menggunakan tenaga asing guna mengawasi dan menjadi mandor atas pelaksanaan proyek konstruksi dan percepatan pembangunan infrastruktur di Indonesia mendapatkan kritik keras dari Persatuan Insinyur Indonesia (PII).
Rencana tersebut dinilai jangan sampai menghilangkan semangat untuk mengoptimalkan potensi keahlian yang dimiliki anak bangsa. Apalagi, kualitas para tenaga ahli teknik Indonesia, termasuk para konsultan pengawas proyek, sesungguhnya sudah diakui oleh dunia internasional.
Diharapkan pelaksana pengawas konstruksi tetap harus tenaga lokal, dan tenaga asing yang akan diimpor nantinya hanya sebatas pendamping.
"Kami lebih setuju jika tenaga ahli asing bertindak sebagai pendamping. Pelaksana pengawas pekerjaan proyek konstruksi tetap harus tenaga lokal karena para insyinyur lokal sudah mampu mengerjakannya," kata Ketua Umum Persatuan Insyinyur Indonesia (PII), Bobby Gafur Umar dalam siaran pers yang diterima KONTAN, Minggu (8/3).
Reaksi PII ini terkait dengan pernyataan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono pekan lalu yang mengatakan bahwa pemerintah akan mengimpor tenaga ahli pengawas pekerjaan konstruksi milik pemerintah yang nilai proyeknya di atas Rp 100 miliar guna menjamin kualitas pembangunan.
Lebih jauh, Bobby memahami bahwa semangat untuk menggunakan tenaga asing tersebut sebenarnya tetap selaras dengan rencana pemerintah yang akan melakukan percepatan pembangunan infrastruktur. Tetapi yang harus diingat, jangan sampai keputusan tersebut kemudian justru mengurangi atau bahkan menghilangkan kesempatan yang sama bagi produk dan sumber daya manusia (SDM) dalam negeri.
"Jangan sampai ketika pemerintah menyelesaikan program lima tahunnya ke depan, Indonesia tetap menjadi negara pengimpor produk, sekaligus juga mengimpor sumber daya manusia (SDM)," katanya.
Kalangan tenaga insinyur lokal berharap pemerintah benar-benar mengoptimalkan potensi dalam negeri yang ada, agar terjadi proses pertumbuhan industri pendukung konstruksi, seperti baja yang saat ini kapasitas produksinya baru terpakai 68 persen, padahal bisa lebih dioptimalkan lagi.
PII sendiri dengan adanya UU No 11/2014 tentang Keinsinyuran menargetkan dalam 2-3 tahun ke depan meningkatkan kuantitas insinyur bersertifikat dari jumlah saat ini sebesar 9.000 orang, menjadi sekitar 10.500 hingga 11.000 insinyur di seluruh Indonesia.
Kritik lain juga dilontarkan Ketua Dewan Insinyur Indonesia, Airlangga Hartarto. Menurutnya, kualitas insinyur Indonesia, termasuk para konsultan pengawas proyek sudah sangat diakui oleh dunia internasional. "Mereka sudah terbiasa terlibat dalam pekerjaan-pekerjaan konstruksi dalam negeri bahkan dengan nilai hingga di atas Rp 1 triliun," katanya.
Pria yang juga duduk sebagai anggota Komisi VI DPR ini menolak keterlibatan tenaga asing sebagai pengawas bagi proyek konstruksi di atas Rp 100 miliar.
Pasalnya, jika pemerintah tetap melaksanakan rencana ini, maka bisa ditafsirkan sebagai wujud ketidakpercayaan bangsa sendiri atas sumber daya manusia dalam negeri. Dia juga tidak yakin impor mandor asing itu akan berdampak positif terhadap transfer teknologi dibidang konstruksi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News