Reporter: Fahriyadi, Dea Chadiza Syafina | Editor: Dadan M. Ramdan
JAKARTA. Rancangan Undang-Undang Keamanan Nasional (RUU Kamnas) yang disodorkan pemerintah ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memicu silang pendapat di masyarakat. Di Senayan pun, beleid kontroversial ini ditanggapi beragam.
Ada yang menolak mentah-mentah lantaran RUU Kamnas mencampurbaurkan konsep keamanan nasional dengan keamanan negara. Tapi, ada juga yang menyetujui penyusunan RUU Kamnas, karena menyangkut kepentingan yang mendasar dari sebuah negara.
Yahya Sacawiria, anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Demokrat menyebutkan, posisi partainya yang setuju dengan penyusunan RUU Kamnas. Calon beleid tersebut jangan terburu-buru dikritisi sehingga seolah menjadi kontroversi. "Tujuan dari RUU ini sangat baik karena kamnas adalah masalah yang fundamental," katanya, kemarin.
Itu sebabnya, Yahya bilang, fraksinya akan mendengarkan terlebih dahulu argumen pemerintah mengenai isi dari RUU tersebut. Menurutnya, pendalaman poin krusial dalam RUU Kamnas akan melibatkan panitia khusus (pansus) DPR untuk menakar manfaat calon beleid ini. "Biarlah mekanisme antara pemerintah dan DPR yang memutuskan kelangsungan RUU ini," tandasnya.
Sebaliknya, Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (FPDIP) menolak tegas pembuatan RUU Kamnas. Puan Maharani, Ketua FPDIP menilai, RUU Kamnas tumpang tindih dengan undang-undang lainnya, seperti UU Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara. "PDIP sejak awal menolak RUU Kamnas dan minta RUU itu dikembalikan kepada pemerintah," tegasnya.
FPDIP juga mengimbau fraksi lain mengambil sikap yang sama tidak melanjutkan pembahasan RUU Kamnas. "Jika RUU ini disahkan akan mengintimidasi individu dan partai politik, sehingga tidak mendapatkan haknya," ungkap Puan.
Aboe Bakar Al Habsy, anggota Komisi III DPR dari Fraksi PKS juga meminta pembahasan RUU Kamnas dibatalkan. Ketua DPP PKS ini mengatakan akan banyak persoalan yang timbul dari konten beleid itu. "Karena membahayakan demokrasi, bernuansa sekuriti dan berpotensi memberangus kebebasan pers," paparnya.
Menurut Aboe Bakar, banyak area abu-abu dalam RUU Kamnas (lihat tabel). Akibatnya bisa berpotensi menimbulkan abuse of power dalam penegakan hukum. Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santosa mengamini jika RUU ini tumpang tindih dalam hal pembagian wewenang. "Saya dari awal menolak RUU Kamnas, " jelasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News