Reporter: Dea Chadiza Syafina | Editor: Djumyati P.
JAKARTA. Rancangan Undang-Undang Keamanan Nasional yang diajukan pemerintah kepada Dewan Perwakilan Rakyat menuai polemik karena dinilai justru membahayakan demokrasi. Menurut anggota Komisi III DPR Fraksi PKS, Aboe Bakar Al Habsy, lebih baik pembahasan RUU Kamnas itu dibatalkan.
Menurut Ketua Dewan Pimpinan Pusat PKS ini, banyak persoalan yang timbul dari konten RUU Kamnas. Pasal-pasal di dalamnya dinilai membahayakan demokrasi, lebih bernuansa sekuritas dan berpotensi memberangus kebebasan pers.
"Saya perhatikan banyak aspirasi dari masyarakat, pakar, insan pers, dan LSM yang berkeberatan dengan lahirnya RUU Kamnas, lebih baik bila pembahasannya dibatalkan saja," ujar Aboe Bakar dalam rilis yang diterima, Kamis (4/10).
Aboe Bakar mencontohkan, dalam RUU Kamnas ini ada pasal yang menyebutkan bahwa pemogokan massal, diskonsepsional legislasi, dan ideologi menjadi bagian dari ancaman tidak bersenjata. Menurutnya, hal ini justru membahayakan iklim demokrasi di Indonesia. "Kesan yang timbul kita akan kembali ke masa lalu, padahal cost sosial dan politik di tahun 1998 sangat besar," katanya.
Anggota Panitia Khusus RUU Kamnas ini menambahkan, para pelaku media juga akan berpotensi menjadi sasaran objek ancaman RUU Kamnas. Sebab, ketika wartawan yang memiliki kedekatan tinggi dengan narasumber bisa dijerat dengan UU ini.
"Pada persoalan penegakan hukum akan berpotensi terjadi overlapping kewenangan antara TNI dan Polri. Kuatnya sekuritisasi Kamnas yang mengembalikan peran dan kewenangan militer pada orde baru, seperti kewenangan menangkap, menyadap dan lain sebagainya," ungkapnya.
Selain itu, menurut Aboe Bakar, banyak area abu-abu dalam RUU Kamnas. Akibatnya bisa berpotensi mengakibatkan abuse of power dalam penegakan hukum. Penerjemah atas adanya bahaya atau ancaman terhadap keamanan nasional akan bersifat sangat subjektif, tergantung siapa yang berkuasa.
"Saya rasa UU Nomor 3 Tahun 2002 sudah cukup untuk mengatur persoalan pertahanan negara. UU yang ada tersebut lebih berperspektif demokrasi, dan lebih menghargai hak asasi manusia. Oleh karenanya belum ada kebutuhan yang mendesak guna perumusan RUU Keamanan Nasional," tegas Aboe Bakar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News