Sumber: KONTAN | Editor: Tri Adi
JAKARTA. PT Permata Hijau Sawit (PHS) tak terima dituding sebagai pemalsu faktur pajak. PHS mengklaim, justru pemerintah lah yang menunggak pengembalian restitusi atau kelebihan pembayaran pajak pertambahan nilai (PPN) mereka Rp 503 miliar.
Direktur PHS Jhony Virgo menyatakan, faktur pajak yang digunakan perusahaannya telah sesuai dengan transaksi yang sebenarnya. Perusahaan perkebunan kelapa sawit dan minyak goreng ini sudah membayar kewajiban perpajakan dengan benar dan tepat waktu.
“Kami tak mempunyai utang pajak. Justru sebaliknya, PHS punya hak restitusi PPN yang tertahan tiga tahun di Direktorat Jenderal Pajak,” tegasnya dalam pernyataan tertulis, Selasa (4/5).
Pernyataan Jhony tersebut sekaligus membantah tudingan Menteri Keuangan Sri Mulyani, yang Senin (3/5) lalu mengungkapkan, Ditjen Pajak sedang menyelidiki kasus penggelapan pajak yang dilakukan PHS yang beroperasi di Sumatera Utara senilai Rp 300 miliar."Dugaan sementara, saat ini pimpinan perusahaan PHS dengan inisial R sudah melarikan diri ke luar negeri," kata Sri Mulyani.
Menurut Jhony, semua transaksi yang dilakukan PHS telah diperiksa dari sisi hukum. Itu tertuang dalam Pendapat Hukum dan Laporan Hasil Uji Tuntas dari Kantor Konsultan Hukum Pradjoto dan Associates. Kendati demikian, Jhony membenarkan, Ditjen Pajak melakukan pemeriksaan terhadap PHS sejak September 2007 lalu. Bahkan pemeriksaan tersebut terus berlanjut dengan penyidikan pada Oktober 2009 hingga saat ini.
Konsultan Hukum PHS Agus Liana menjelaskan, kasus ini berawal dari tertahannya permohonan restitusi pajak PHS oleh Kantor Wilayah Ditjen Pajak Sumatera Utara I periode Agustus 2007-Juni 2008. Restitusi pajak tersebut berasal dari transaksi pembelian crude palm oil oleh PHS, yang kemudian diekspor. Nah, berdasar UU yang berlaku, seharusnya PHS berhak mendapatkan restitusi PPN lebih bayar sebesar 10% yang dibayarkan PHS melalui suppliernya.
Selain itu, lanjut Agus, putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara dan Jakarta Selatan menyatakan bersalah sejumlah supplier PHS, dan terbukti melakukan tindak pidana penerbitan dan penggunaan faktur pajak fiktif. Dalam putusan tersebut disebutkan, perbuatan terdakwa juga merugikan pihak lain yang melakukan perdagangan secara benar, seperti PHS karena terhambatnya restitusi pajak yang semestinya diperoleh.
Direktur Jenderal Pajak Mochamad Tjiptardjo bilang, adalah hak PHS untuk membantah. Namun, "Kami masih terus mengembangkan penyelidikan," kata Tjiptardjo.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News