Reporter: Abdul Wahid Fauzie |
JAKARTA. Gawat. Krisis Amerika memang sangat berbahaya. Buktinya, akibat pelemahan daya beli baik ekspor maupun domestik, sejumlah produsen sudah mulai melakukan pemangkasan produksi. Bahkan sudah ada yang merumahkan karyawan hingga Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Karyawan yang sudah merasakan penderitaan ini mulai dialami oleh industri tekstil dan produk tekstil (TPT), industri alas kaki, industri elektronik hingga industri baja. Untuk TPT, sudah ada tiga perusahaan yang melakukan PHK. Ketiga perusahaan tersebut adalah PT Sentral Star selaku produsen pakaian, PT Rajabrana (pakaian), dan PT Malaktex (produsen benang) yang berlokasi di Jawa Barat. "Ketiga perusahaan tersebut sudah menghentikan produksinya," kata Ade Sudrajat, Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Jawa Barat, kemarin. Padahal, ketiga perusahaan tersebut memiliki total karyawan sebanyak 9.000 orang.
Bukan hanya itu, menurut Ade masih ada perusahaan lain yang telah merumahkan karyawannya akibat pelemahan ekspor dan konsumsi dalam negeri. Menurut Ade, setiap harinya ada sebanyak lima hingga 10 orang yang yang dirumahkan dari 600 industri TPT. "Setiap harinya ada sebanyak 6.000 karyawan di rumahkan," tuturnya tanpa mau menyebutkan identitas perusahaan tersebut. Ade memperkirakan PHK tersebut baru akan dilakukan perusahaan pada Januari hingga Maret 2009.
Setali tiga uang. Industri alas kaki juga merasakan hal senasib. Menurut Singgih Witarsa, ada tiga perusahaan yang telah merumahkan karyawannya namun belum sampai melakukan PHK. Ketiga perusahaan tersebut berlokasi di Jawa Barat, yakni PT Daya Tugu Mitra, PT Torch Internasional, dan PT Fortunas. "Total karyawannya mencapai 5.000 orang," tegas Singgih Witarsa, Direktur Eksekutif Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo). Hingga saat ini, diperkirakan akan sebanyak 200 perusahaan.
Menurut Singgih, pilihan merumahkan seluruh karyawannya ini dilakukan sambil menunggu kepastian order. Sebabnya, perusahaan telah menyelesaikan pesanan sepatu hingga akhir Desember 2008 pada Oktober lalu lantaran adanya peningkatan kapasitas produksi. "Buyer asing meminta negosiasi harga dari US$ 15 menjadi US$ 9 per pasang," tuturnya.
Max Lukito, manajemen PT Daya Tugu Mitra membenarkan jika ia telah merumahkan karyawannya. Namun, ia enggan mengungkapkan berapa banyak karyawan yang dirumahkannya. "Ini hanya bersifat sementara, kalau ordernya sudah ada, maka kita akan kembali memanggil untuk memproduksi sepatu kembali," imbuhnya.
Sementara itu, industri elektronik juga sudah terkena dampaknya. PT Omedata, perusahaan peralatan elektronik yang berlokasi di Jalan Sukarno_Hatta, Bandung telah merumahkan karyawannya sebanyak 1.500 orang. "Penutupan produksi ini terjadi akibat kalah bersaing," kata Handojo Soetanto, Sekretaris Jenderal Elektronics Marketer Club (EMC), kemarin.
Walau belum melakukan PHK dan merumahkan karyawan. Menurut Handojo sudah ada beberapa perusahaan melakukan pemangkasan produksi. Perusahaan yang telah memangkas produksi tersebut adalah PT Panasonic Indonesia sebesar 5%-10%. Pemangkasan produksi terjadi pada produk pompa air, kamera, video, lemari es, televisi, dan pemutar DVD.
Sementara itu, PT Toshiba juga memangkas 10% produksi LCD televisi dan lemari es. PT Sharp Electronics Indonesia ikut memangkas 5% produksi televisi, dan terparah adalah PT LG Electronic Indonesia memangkas hingga 20% produksi lemari es dan televisinya. "Saya dengar LG juga telah merumahkan karyawannya, namun saya belum bertemu manajemennya," tegasnya.
Nah, kabar terakhir sudah ada sebanyak 10 perusahaan paku yang tutup akibat kalah bersaing lantaran krisis melanda. Ke-10 Perusahaan tesebut antara lain PT Surabaya Wire dan PT Sidoarjo Metal, dan PT Argamas. "Total karyawannya hingga mencapai ratusan orang," kata Ario N Setiantoro, Ketua Umum Ikatan Pabrik Kawat dan Paku Indonesia (Ippaki).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News