Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Situasi mulai memanas menjelang kontestasi pemilihan calon Ketua Umum Partai Golkar. Rencananya, Golkar akan menggelar Musyawawah Nasional pada April mendatang.
Sejumlah nama bakal calon mulai bermunculan. Dari sejumlah nama itu, sebagian besar merupakan kader Golkar dari kubu Munas Bali alias kubu Aburizal Bakrie.
Munas Golkar digelar untuk menindaklanjuti SK Kementerian Hukum dan HAM pada Januari 2016 yang memperpanjang SK kepengurusan Munas Riau (2009) hingga enam bulan ke depan.
Perpanjangan SK diterbitkan agar Golkar leluasa melakukan rekonsiliasi melalui Munas.
Konflik internal Golkar terjadi antara pengurus hasil Munas Bali yang dipimpin Aburizal Bakrie, dan Munas Jakarta yang dipimpin Agung Laksono.
Kelompok Munas Jakarta dipenuhi kader Golkar yang tidak puas dengan kepemimpinan Aburizal Bakrie.
Awal perpecahan
Pada Selasa (25/11), rapat pleno DPP Partai Golkar ricuh setelah diumumkan Munas IX akan digelar di Bali mulai 30 November 2014.
Keputusan itu disampaikan Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar Theo L Sambuaga sesuai hasil Rapimnas VII Partai Golkar yang digelar di Yogyakarta beberapa waktu sebelumnya.
Peserta pleno mengkritik agenda pelaksanaan Munas IX karena penetapannya tidak transparan. Interupsi datang bertubi-tubi.
Akan tetapi, saat itu Theo tak menggubris dan memilih meninggalkan lokasi sehingga memicu beberapa peserta pleno memecahkan gelas dan melempar botol air kemasan ke arah pimpinan rapat.
Peristiwa malam itu membuat soliditas Golkar semakin di ujung tanduk.
Agung Laksono memimpin "perlawanan" terhadap keputusan-keputusan yang diambil kubu Aburizal Bakrie.
Perpecahan Golkar semakin jelas saat pendukung Aburizal menggelar Munas di Bali.
Pada Rabu (3/12), Aburizal ditetapkan sebagai ketua umum terpilih.
Tak mau kalah, kelompok Agung juga menggelar Munas tandingan di Ancol, Jakarta, tak lama setelah Munas Bali selesai.
Agung terpilih menjadi Ketua Umum Golkar hasil Munas Jakarta, pada Senin (8/12/2014) dini hari.
Inilah kali pertama dalam sejarah terjadi dualisme kepemimpinan di tubuh Golkar.
Konflik berkepanjangan
Sejak saat itu, konflik internal Golkar jadi prahara yang tak berkesudahan. Kedua kubu saling klaim sebagai pengurus sah.
Konflik internal itu membuat Golkar tidak optimal menghadapi agenda politik. Energi untuk konsilidasi terkuras karena konflik.
Imbasnya, Golkar gagal meraih hasil maksimal dalam pilkada serentak pada Desember 2015 lalu.
Konflik internal Golkar dibaca pemerintah sebagai suatu hal yang berpotensi mengganggu lancarnya program yang akan digulirkan.
Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla turun tangan, mendorong agar Golkar segera melakukan rekonsiliasi.
Setelah melalui jalur hukum dan mediasi internal, situasi Golkar mulai mencair.
Elite-eIite partai itu menyadari bahwa perseteruan tidak akan menguntungkan.
Kini, Golkar memasuki babak baru. Usulan rekonsiliasi sepakat diwujudkan melalui Munas.
Susunan kepanitiaan Munas akan segera disahkan. Rencananya, Munas tersebut digelar di Jakarta sekitar April 2016.
Dari nama-nama yang disebut akan mencalonkan diri, ada yang sudah mendeklarasikan, ada yang masih menimbang-nimbang, ada juga yang langsung bersafari menemui pimpinan Golkar di daerah.
Para bakal calon itu, di antaranya, Ade Komarudin, Aziz Syamsuddin, Idrus Marham, Mahyudin, Priyo Budi Santoso, Zaki Iskandar, Indra Bambang Utoyo, Airlangga Hartarto, dan Syahrul Yasin Limpo.
Hampir semuanya berasal dari "kubu Bali", kecuali Priyo.
Mantan Wakil Ketua DPR itu adalah Wakil Ketua Umum Golkar hasil Munas Jakarta. Priyo sering melontarkan kritik untuk gaya kepemimpinan Aburizal yang dinilainya tidak demokratis.
Tiga kandidat kuat
Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya memprediksi perebutan kursi ketua umum Golkar akan mengerucut pada tiga nama, yaitu Ade Komarudin, Idrus Marham, dan Setya Novanto.
Ketiga nama itu adalah pengurus Golkar hasil Munas Bali.
Dalam kepengurusan Golkar hasil Munas Bali, Idrus menjadi sekretaris jenderal, sedangkan Novanto dan Ade sama-sama menjadi wakil ketua umum.
Di parlemen, Ade kini menjabat Ketua DPR dan Novanto menjadi ketua fraksi. Ketiga nama itu sama-sama memiliki kedekatan dengan Aburizal.
Akan tetapi, posisi Ade lebih menguntungkan karena menjabat Ketua DPR. Selama menjabat Ketua DPR, Ade berhasil membuat hubungan parlemen dengan pemerintah semakin produktif.
Menurut Yunarto, bukan tidak mungkin jika Ade didukung pemerintah untuk menjadi Ketua Umum Golkar.
"Genetiknya partai ini terkait dengan kekuasaan. Siapa yang berkuasa, bisa menjadi ketua. Itu fakta yang terjadi pada periode sebelumnya, dan Ade secara posisi sangat diuntungkan. Jangan-jangan dia sangat didukung pemerintah," ujar Yunarto.
Politisi Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia berharap Munas kali ini dimanfaatkan untuk rekonsiliasi dan memperbaiki citra Golkar yang terpuruk akibat perselisihan kepengurusan.
Ia menginginkan calon ketua umum Golkar berasal dari kader dengan usia 40-60 tahun.
Doli mengusulkan susunan kepengurusan didominasi kader muda Golkar dengan usia 40-50 tahun.
Tujuannya adalah untuk penyegaran dan merebut hati pemilih muda pada Pemilu 2019 yang jumlahnya sangat signifikan.
"Isi kepengurusan dengan kader muda untuk mengakses pemilih muda pada 2019. Ini harus jadi perhatian khusus," ujar Doli.
Dosen Komunikasi Politik dari Universitas Pelita Harapan, Emru Sihombing yakin bahwa citra Golkar bakal meningkat jika susunan pengurus didominasi kader-kader muda.
Menurut dia, wajah-wajah baru dalam kepengurusan akan melunturkan kesan negatif dan "kolot" partai berlambang pohon beringin tersebut.
Selain itu, Emrus juga mendorong agar seluruh bakal calon ketua umum Golkar berani menghindari politik uang dalam proses pemilihan.
Politik uang akan membuat pemilik suara tersandera dan menghambat kebangkitan Golkar.
"Percayalah, money politic hanya akan membuat partai ditinggal pemilihnya," ucap Emrus.
Setahun lebih Golkar disibukkan dengan konflik internalnya. Kini, peluang untuk bangkit dan mengejar ketertinggalan terbuka lebar.
Semua tergantung kelegawaan elite partai tersebut. Para bakal calon ketua umum juga harus berani bersaing sehat, dan wajib merangkul semua kubu saat terpilih. (Indra Akuntono)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News