Reporter: Adi Wikanto | Editor: Djumyati P.
JAKARTA. PT Pertamina berharap pemerintah bisa mengendalikan harga bahan bakar minyak (BBM). Caranya, dengan menetapkan harga batas atas dan batas bawah. Diharapkan, cara ini bisa mencegah kenaikan dan penurunan harga BBM secara drastis di pasaran.
Pertamina berharap, usulan itu bisa masuk dalam revisi Undang-undang No 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas (Migas). Saat ini, pemerintah dan DPR tengah merevisi UU itu. Revisi ini menjadi salah satu program legislasi nasional (prolegnas) DPR 2010-2014.
Memang, dalam UU itu, pemerintah tidak mengatur harga BBM. Harga BBM mengikuti kondisi pasar. Pemerintah hanya mengatur harga BBM bersubsidi atau public service obligation (PSO). "Kalau harga BBM non subsidi mengikuti mekanisme pasar, bisa saja harganya akan melambung tinggi saat harga minyak dunia meningkat," kata Vice President Corporate Communication PT Pertamina, Mochammad Harun, dalam seminar Quo Vadis UU Migas, Selasa (9/11).
Bila itu terjadi, bakal menimbulkan gejolak di masyarakat. Tak hanya itu, penyaluran BBM bersubsidi juga bisa terganggu. Sebab, masyarakat bakal beralih ke BBM subsidi yang harganya jauh lebih murah.
Pertamina juga mengusulkan agar pendistribusian BBM, harus diatur ulang. Selama ini, Pertamina memang sudah menyalurkan BBM ke seluruh Indonesia. Namun, hal itu dilakukan tanpa pertimbangan ekonomis. Padahal, pemerintah sudah mempunyai Badan Pengatur Hilir (BPH) Migas yang mestinya bertanggungjawab dalam pendistribusian.
Selain itu, dalam hal penyaluran BBM subsidi, Pertamina juga meminta pengaturan yang jelas pada tingkat UU. Pertamina harus mendapatkan privilege untuk melaksanakan PSO. "Bila privilege tidak diberikan, mestinya pelaku usaha yang lain juga diberikan tanggungjawab yang sama, seperti yang dibebankan Pertamina," jelas Harun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News