Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Komisi XI DPR RI menggelar rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan pakar ekonomi terkait calon Deputi Gubernur dan Gubernur Bank Indonesia (BI) periode 2018-2023.
Pakar yang dihadirkan adalah mantan Menko Kemaritiman Rizal Ramli, Ekonom Universitas Katolik Atmajaya Agustinus Prasetyantoko, Wakil Ketua Umum Kadin bidang Perbankan Sigit Pramono.
Prasetyantoko mengatakan, figur Perry memiliki pengalaman yang memadai di BI. Perry, menurut dia, secara pribadi juga memiliki pola pikir yang komprehensif.
"Ada satu fase, Perry tua dan Perry muda. Waktu muda dia text book, tapi ada fase lain, dia gabung di International Monetary Fund (IMF). Perry tua sangat komprehensif cara berpikirnya," kata Prasetyantoko, di Gedung DPR RI, Senin (26/3).
Komprehensif di sini, menurut Prasetyantoko, artinya sudah tidak lagi steril dari kondisi riil. "Ini transformasi penting. Ini dimiliki dari proses perjalanan pemikiran beliau," ujarnya.
Sementara, menurut Rizal Ramli, sosok Perry adalah bankir yang 'lumayan'. Perry juga dinilai punya pengalaman yang banyak di moneter.
"Feeling saya Perry bisa kerja sama dengan OJK dan LPS tapi dengan Kementerian Keuangan (Kemkeu) mungkin agak sulit," kata Rizal.
Ia mengatakan, sosok Perry juga berbeda dengan Gubernur BI Agus Martowardojo yang karakternya lebih top-down atau sentralistik sehingga kontrolnya lebih kental. Oleh karena itu, ia berharap gubernur bank sentral bisa tahan terhadap tekanan pemerintah.
Sebab, menjelang tahun politik, pemerintah akan meminta bank sentral untuk tidak menaikkan suku bunga acuan.
"Jangan sampai dia punya konsensus, tapi diteken dikit goyang. Dia harus punya best advice, misalnya buat pemerintah jelang Pemilu enggak mau suku bunga naik. Nah Gubernur BI nanti harus tahan, dia tetap pada kebijakannya, ada saatnya untuk naikkan suku bunga," ujar Rizal.
Ia berharap, Perry juga bisa pintar menggertak spekulator. "Kalau ada yang mau spekulasi, BI harus respon cepat krn kalo telat biayanya mahal. Keluar US$ 3 miliar sampai US$ 4 miliar menurut saya kemahalan. Seharusnya kita gempur duluan," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News